
Jakarta-JATIMTERKINI.COM: Gugatan uji materi yang diajukan Jaksa Jovi Andrea Bachtiar dan Hartati terkait Pasal 30C Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2004 tentang kewenangan Jaksa dalam upaya hukum PK (Peninjauan Kembali) ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusan itu dibacakan Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang Putusan Nomor 63/PUU-XXII/2024. Dalam sidang tersebut dihadiri seluruh hakim konstitusi, di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat.
“Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya,” tegas Suhartoyo.
Dalam gugatan uji materi ini, para Pemohon mempersoalkan kewenangan Jaksa untuk melakukan upaya hukum PK dalam Pasal 30C huruf h UU 11/2021 yang telah dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat melalui Putusan MK Nomor 20/PUU-XXI/2023.
Sementara, dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Enny Nurbaningsih menyatakan, penambahan objek permohonan Pasal 54 UU MK dalam perbaikan permohonan tidak memiliki keterkaitan dengan substansi norma yang dimohonkan. Pasalnya, norma a quo berkaitan dengan kewenangan Mahkamah untuk meminta keterangan pihak-pihak yang dianggap memiliki urgensi dan relevansi dalam perkara pengujian undang-undang.
Untuk itu, lanjut Enny, penambahan objek permohonan Pasal 54 UU MK haruslah dikesampingkan. Hal itu berkaitan dengan ketidakterpenuhan syarat formal dalam pengajuan permohonan di Mahkamah Konstitusi.
“Sehingga Mahkamah tidak akan mempertimbangkan lebih lanjut terhadap pengujian norma a quo,” terang Enny.
Melalui Putusan MK Nomor 20/PUU-XXI/2023, MK mengatakan penambahan kewenangan tersebut bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dalam putusan itu, MK menjelaskan dengan disisipkannya Pasal 30C huruf h UU 11/2021 telah menambah kewenangan kejaksaan, yaitu kewenangan untuk mengajukan PK tanpa disertai dengan penjelasan yang jelas tentang substansi dari pemberian kewenangan tersebut.
Namun, MK menilai, penambahan kewenangan tersebut bukan hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Tetapi juga akan berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan oleh jaksa, khususnya dalam hal pengajuan PK terhadap perkara yang notabene telah dinyatakan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.
Kini, MK belum menemukan alasan konstitusional yang kuat dan mendasar untuk mengubah pendirian sebelumnya. Dengan demikian, berkenaan dengan upaya hukum PK oleh jaksa harus mengikuti putusan Mahkamah dimaksud.
Sehingga, dalil para Pemohon berkenaan dengan pengujian Pasal 30C huruf h UU 11/2021 adalah tidak beralasan menurut hukum. (Rud)

