JatimTerkini.com
Headline JTHukrimJatimTerkini

Terdakwa penggelapan dana Bank Syariah Rp 1,7 M tak berkutik dengan keterangan saksi

Dua terdakwa penggelapan dana nasabah Bank Syariah Rp 1,7 miliar. Foto: ist

JATIMTERKINI.COM: Fanty Liliastutie dan Adi Saputra, terdakwa penggelapan dana nasabah Bank Syariah Indonesia (BSI) Rp 1,7 miliar tak berkutik ketika mendengarkan keterangan saksi. Sedikitnya 7 orang saksi dimintai keterangan oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum).

Diketahui, kedua terdakwa merupakan pegawai Bank Syariah Indonesia (BSI). Mereka didakwa melakukan penggelapan uang nasabah milik SD Muhammadiyah 6 Surabaya sebesar Rp 1,7 miliar.

Jaksa Sri Rahayu dan Jaksa Novita Maharani, SH dar Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, menghadirkan tujuh orang saksi. Diantaranya, Munahar selaku Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 6 Surabaya, Indira Widiastuti yang menjabat sebagai Bendahara SD Muhammadiyah 6 Surabaya, Laili Rani Spd yang menjabat sebagai Kepala Sekolah SD Muhamadiyah IV Surabaya, Putri Nasiroh selaku Kepala Bendahara SMP Muhamadiyah, Erlina Wulandari, Spd Kepala Sekolah SMA Muhamadiyah 3 Surabaya, Meilani selaku Kepala Bendahara SMA Muhamadiyah 3 Surabaya dan Taskiyatyul Lailiyah.

Secara maraton tujuh saksi dari Muhammadiyah itu menerangkan bagaimana dugaan tindak kejahatan perbankan yang telah dilakukan terdakwa Fanty Liliastutie dan terdakwa Andi Saputra.

Munahar dan Indira Widiastuti adalah yang pertama dimintai keterangan dimuka persidangan.

Pada persidangan yang digelar di Kartika 1 ini, Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 6 Surabaya dan Bendahara SD Muhammadiyah 6 Surabaya ini menjelaskan banyak hal, termasuk awal mula Bank Syariah Indonesia (BSI) menjalin kerjasama dengan SD Muhammadiyah 6 Surabaya.

Kepala Sekolah dan bendahara SD Muhammadiyah 6 Surabaya ini secara bergantian juga menjelaskan keuntungan apa saja yang diperolah SD Muhammadiyah 6 Surabaya ketika menjadi nasabah prioritas BSI.

Diawal kesaksiannya, Munahar mengatakan bahwa ia diangkat sebagai Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 6 Surabaya sejak 2017.

“Pada saat itu, SD Muhammadiyah 6 sudah menjadi nasabah prioritas BSI. Segala urusan perbankan SD Muhammadiyah 6, selalu dilayani terdakwa Fanty Liliastutie,” jelas Munahar.

Urusan perbankan yang ditangani terdakwa Fanty Liliastutie, lanjut Munahar, seperti penarikan uang dan penyetoran uang dari kas SD Muhammadiyah 6.

Saksi Munahar dalam kesaksiannya juga menjelaskan, dugaan kejahatan perbankan yang dilakukan terdakwa Fanty Liliastutie terjadi ketika bendahara pimpinan cabang Muhammadiyah Surabaya hendak mencairkan cek yang dikeluarkan SD Muhammadiyah 6 Surabaya.

Saksi Munahar mengatakan, bahwa SD Muhammadiyah 6 dan Lembaga Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Muhammadiyah Surabaya, termasuk Lembaga Dikdasmen Muhammadiyah Wonokromo Surabaya diwajibkan memberikan sumbangan ke pimpinan cabang Muhammadiyah Surabaya.

“Sumbangan dari SD Muhammadiyah 6 Surabaya, dibayarkan menggunakan cek yang besarnya Rp. 50 juta,” tegas Munahar.

Uang sumbangan yang berasal dari infaq siswa dan para guru tersebut, sambung Munahar, diberikan dalam bentuk cek, dan dikirimkan pegawai SD Muhammadiyah 6 ke bendahara pimpinan cabang Muhammadiyah.

Namun, saat bendahara pimpinan cabang Muhammadiyah hendak mencairkan uang infaq dalam bentuk cek tersebut ke BSI cabang Mulyosari Surabaya, cek itu tidak bisa dicairkan,” kata dia lagi.

Munahar kembali menjelaskan, saat hal tersebut diberitahukan ke terdakwa Fenty Liliastutie, terdakwa Fenty Liliastutie tidak memberikan penjelasan apapun.

“Terdakwa hanya menyarankan supaya proses pencairan tersebut dilakukan di BSI kantor cabang pembantu Diponegoro Surabaya,” ujarnya.

Dalam persidangan, saksi Munahar juga bercerita bahwa berdasarkan keterangan bendahara pimpinan cabang Muhammadiyah Surabaya saat hendak mencairkan cek di BSI Mulyosari, bahwa dana yang ada di rekening BSI Mulyosari hanya Rp 15 juta, sehingga dana tidak mencukupi untuk mencairkan cek sebesar Rp 50 juta.

Indira Widiastuti didalam persidangan menambahkan, selama menjadi nasabah prioritas BSI dan dilayani terdakwa Fenty Liliastutie, SD Muhammadiyah 6 Surabaya tidak pernah mendapatkan validasi, baik setelah menyetorkan uang-uang yang dikumpulkan pihak sekolah maupun masalah penarikan uang yang akan dilakukan SD Muhammadiyah 6 Surabaya.

Dugaan kejahatan perbankan lain yang dilakukan terdakwa Fenty Liliastutie adalah saat SD Muhammadiyah 6 Surabaya hendak menarik uang di BSI untuk membayar gaji para karyawan dan guru.

Kembali, pihak sekolah tidak bisa menarik uangnya. Dari ketika hal itu ditanyakan ke terdakwa Fanty Liliastutie, terdakwa menjawab bahwa sedang ada kerusakan sistem jaringan di BSI.

Hal lain yang menjadi kecurigaan pihak sekolah adalah tentang rekening koran. Saksi Indira menjelaskan bahwa ketika ada sesuatu yang mencurigakan, pihak sekolah kemudian meminta laporan rekening koran langsung ke kantor BSI.

Berdasarkan rekening koran yang diterima pihak sekolah dan dibandingkan dengan rekening koran yang diberikan terdakwa Fanty, ada selisih.

Didalam persidangan, saksi Munahar secara tegas menceritakan, bahwa akibat perbuatan terdakwa Fanty, SD Muhammadiyah 6 mengalami kerugian Rp 1,7 miliar. (Rudi)