JatimTerkini.com
Headline JTHukrimJatimMalangTerkini

Tak ada kerugian dan unsur pidana, terdakwa BTPN Malang layak bebas

Kuasa hukum FM Valentina, Andry Ermawan SH (kiri) dan Agus Budi Wahono SH (kanan) saat membacakan pledoi di PN Malang. Foto: ist

JATIMTERKINI.COM: Tidak ditemukan perbuatan melawan hukum, sehingga terdakwa dugaan pemalsuan surat untuk deposito Taseto BTPN Malang layak bebas. Hal itu ditegaskan kuasa hukum FM Valentina, Andry Ermawan SH dan Agus Budi Wahono SH di depan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Malang, Senin (20/11/2023).

Dalam pledoi (nota pembelaan) yang dibacakan oleh Andry Ermawan SH dihadapan Ketua Majelis Hakim Brelly Yuniar Dien Wardi Haskori SH MH, disebutkan bahwa setelah mendengarkan keterangan para saksi, termasuk para ahli pidana yang dihadirkan di persidangan, tidak ditemukan fakta hukum, bukti maupun petunjuk atas dugaan pidana seperti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dan, perbuatan Valentina juga tidak menimbulkan kerugian almarhum Dr Hardi Soetanto. Untuk itu, Andry memohon kepada majelis hakim untuk bertindak seadil-adilnya, yaitu membebaskan terdakwa dari semua tuntutan JPU.

Mengingat, kata Andry, terdakwa adalah seorang ibu yang menjadi tulang punggung keluarga. Selain itu, terdakwa juga punya riwayat penyakit jantung koroner dan stroke, tidak mempersulit persidangan serta selalu kooperatif dalam menjalani proses hukum.

Dalam pledoinya, Andry mengatakan, dalam persidangan juga terungkap bahwa tidak ada bukti maupun petunjuk atas perbuatan terdakwa yang merugikan Dr Hardi Soetanto, yang saat itu menjadi suaminya. Bahkan, dalam fakta persidangan terungkap bahwa terdakwa mulai dari pembukaan rekening, pemindah bukuan, penarikan uang dan penutupan rekening dilakukan dihadapan saksi petugas BTPN Nurul Fauziah, juga sepengetahuan dan seijin Dr Hardi. Sehingga tidak ada perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh terdakwa.

Selain itu, kata Andry, JPU juga tidak mampu menunjukan satu bukti pun kesalahan terdakwa. Justru di persidangan terkuak bahwa terdakwa bukan orang yang melakukan tindak pidana, yang memenuhi unsur pasal 263 ayat 2 KUHP. Karena, tidak ditemukan niat jahat atau mensrea dalam perbuatan terdakwa, seperti yang disampaikan para ahli pidana, yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang sebelumnya.

“Berdasarkan uraian diatas, dan fakta-fakta hukum yang ada, kami mohon majelis hakim yang memeriksa perkara ini untuk menjatuhkan putusan yang seringan-ringannya, atau membebaskan terdakwa dari semua tuntutan jaksa penuntut umum, serta memulihkan harkat, martabat dan nama baik terdakwa,” papar Ketua DPC IKADIN Sidoarjo ini.

Diketahui, dalam sidang sebelumnya (Jaksa Penuntut Umum) dari Kejari (Kejaksaan Negeri Malang) Suud SH menuntut terdakwa, FM Valentina, 2 tahun penjara. Tuntutan itu dibacakan di depan majelis hakim yang diketuai Brelly Yuniar Dien Wardi Haskori SH MH.

Dalam keterangannya, JPU menyebut bahwa Valentina menarik uang Rp 500 juta tanpa sepengetahuan atau seijin Hardi. “Dianggap terbukti secara sah melanggar pasal 263 KUHP serta merugikan pelapor,” jelas Suud. Sementara, Hardi pun tidak bisa dihadirkan lantaran sudah meninggal.

Selain itu, Suud mengatakan jika Valentina berbelit-belit dalam persidangan.

Sementara, Andry Ermawan SH, kuasa hukum Valentina menyatakan bahwa tuntutan tersebut sangat janggal. Dan pihaknya akan segera membuat pledoi (pembelaan) untuk sidang berikutnya.

Dikatakan Andry, bahwa tuntutan JPU tidak sesuai dengan fakta persidangan. “Boleh-boleh saja jaksa menuntut dua tahun. Itu hak dia. Tapi banyak fakta hukum yang sudah dibuka di persidangan sebelumnya, bahwa semua yang dilakukan klien kami sepengetahuan Hardi,” jelas Andry.

Andry menyebut, diantaranya penandatanganan form aplikasi pembukaan, hingga penutupan rekening rekening deposito Taseto BTPN. Itu semua juga sepengetahuan Hardi.

“Saksi Nurul yang saat itu menjadi staf BTPN Malang sudah menjelaskan ke hakim saat bersaksi di persidangan. Justru anak Hardi yaitu Hendri tidak tahu menahu tentang rekening ini,” kata Andry lagi.

Bahkan, lanjut Andry, bahwa Hardi yang menyerahkan KTP untuk pembukaan rekening deposito Taseto BTPN Malang.

“Dan sudah dipatahkan pula oleh ahli pidana bahwa tidak ada perbuatan tindak pidana dalam perkara ini. Artinya, klien kami harus bebas. Terkait kerugian Rp 500 juta sudah dijelaskan bahwa uang itu bersumber dari rekening klien kami,” papar Andry.

Sementara, saksi ahli pidana dari UII (Universitas Islam Indonesia) Yogyakarta, yakni Dr M Arif Setiawan SH MH mengatakan, bahwa terdakwa dapat dijerat pasal 263 KUHP jika terdapat unsur kerugian. Pernyataan itu sama persis, seperti yang dikatakan saksi ahli sebelumnya, yakni Dr Prija Djatmika SH MSi, dari Universitas Brawijaya (UB) Malang.

“Ketika surat palsu yang
digunakan bisa menimbulkan kerugian
bagi orang lain. Dalam perkara ini, kalau
memang ada persetujuan dari suami,
tidak bisa dikatakan sebagai perbuatan
melawan hukum,” tegas Dosen Fakultas Hukum UII Yogyakarta ini.

Dalam perkara BTPN Malang, kata saksi ahli yang kerap dipakai KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tidak ada niat jahat dari terdakwa. Dan tidak menyebabkan kerugian terhadap suaminya. Sehingga, tidak ada unsur perbuatan melawan hukum oleh terdakwa.

“Tidak ada niat jahat atau suami yang dirugikan. Apalagi, tandatangan semua form aplikasi dilakukan di depan pejabat bank. Sudah jelas tidak ada perbuatan melawan hukum. Kalau ada tandatangan yang tidak sama, harusnya bank menolak. Pelanggarannya ada di bank kalau ada sesuatu yang tidak benar,” jelas Arif.

Bahkan, lanjut Arif, jika tidak ada kesalahan dalam proses pembukaan rekening dan penutupannya, Valentina tidak bisa dipidana. “Yang melawan SOP bank adalah pihak bank sendiri. Bukan nasabah. Jadi, dalam hal ini, bila semua unsur dalam Pasal 263 KUHP tidak terpenuhi, dakwaannya ya harus
bebas,” tandas Arif.

Lagi-lagi pakar hukum pidana UII Yogyakarta ini sependapat dengan Dr Prija Djatmika SH
MSi, dosen Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya (UB). Yaitu, masalah kerugian yang ditimbulkan dalam Pasal 263 KUHP adalah unsur subyektifnya bila dilakukan secara
sengaja.

“Menimbulkan kerugian itu mutlak harus ada dalam pasal ini. Dan kerugian materiil atau moril itu harus dapat dibuktikan. Dalam kasus ini, pemalsuan formil memang terpenuhi. Pemalsuan surat memang ada, tapi bukan tindak pidana. Apalagi, tandatangan semua form deposito ini atas sepengetahuan pelapor (Hardi),” papar Prija Djatmika dalam sidang sebelumnya.

“Semua saksi ahli menerangkan Pasal
263 KUHP, jika tidak terdapat mensrea atau niat jahat dari klien kami untuk merugikan pelapor. Apalagi, saat peristiwa itu terjadi, keduanya masih terikat pernikahan yang sah. Kami juga lampirkan bukti pendukung lain, seperti surat pernyataan dari
pegawai bank dan surat lain,” tambah Andry.

Sedangkan, Dr Prija Djatmika mengatakan, bahwa tindak pidana Pasal 263 KUHP yang didakwaan kepada Valentina harus menimbulkan kerugian. “Unsur subyektifnya bila dilakukan secara sengaja,” kata dia.

Bahkan, lanjut Dr Prija, kerugian tersebut juga harus dibuktikan. “Menimbulkan kerugian itu mutlak harus ada dalam pasal ini. Dan kerugian materiil atau moril itu harus dapat dibuktikan. Dalam kasus ini, pemalsuan formil memang terpenuhi. Pemalsuan surat memang ada, tapi bukan tindak pidana. Apalagi tandatangan semua form deposito ini atas sepengetahuan pelapor,” jelas dia.

Mantan wartawan Jawa Pos ini mengungkapkan, jika uang yang digunakan untuk membuka rekening deposito Taseto Bank BTPN Malang ini, kembali ke pemiliknya, bukan ke pelapor. “Lalu dimana kerugiannya? Menurut saya, tidak ada kerugian yang dialami pelapor. Kalau sudah begitu, unsur Pasal 263 KUHP juga tidak memenuhi. Artinya, keputusan hakim nanti bisa bebas, minimal onslag,” papar saksi ahli yang kerap dipakai Polri dan KPK ini.

Bahkan, kata Dr Prija, Valentina tidak bisa dituntut pidana dalam kasus tersebut. Pasalnya, tidak ada kepentingan yang merugikan Hardi semasa masih menjadi suami. “Kalau korban lapor karena merasa uangnya hilang, harus ada alas haknya. Misal sumber uang ini adalah dari pelapor atau korban, bisa disebut penggelapan,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, kata Dr Prija, secara formil jika kasus tersebut cacat hukum. “Dalam pembuatan rekening depositonya saja sudah cacat. Depositonya palsu. Ranahnya bukan pidana lagi. Harusnya keputusan hakim nanti adalah onslag. Korban tidak rugi apapun. Rugi darimana kalau uang yang digunakan untuk membuka rekening adalah milik istrinya sendiri,” kata Dr Prija lagi.

Dan, dalam sidang sebelumnya, Nurul Fauziah SE, marketing Bank BTPN Malang, yang merupakan saksi kunci atas kasus ini mengaku kepada majelis hakim bahwa dia mengetahui persis kasus tersebut. Mulai dari pembukaan rekening Taseto, pemindah bukuan, penutupan hingga penarikan uang itu oleh Valent. Termasuk pengisian form aplikasi hingga contoh tandatangan dan penutupan dilakukan dan disetujui oleh pelapor, yakni almarhum dr Hardi Soetanto. Ketika itu, dr Hardi masih menjadi suami Valentina.

“Memang saya menjelaskan, untuk membuka rekening Taseto itu, harus pakai nama lain karena bu Valent sudah memiliki rekening Taseto. Yang belum adalah dr Hardi,” jelas Nurul.

Kemudian, kata Nurul, dr Hardi menyetujui
pembukaan rekening dengan menggunakan namanya tersebut. Apalagi, uang Rp 500 juta yang dipakai untuk membuka rekening itu adalah milik Valentina. “Saya sebagai marketing Bank BTPN Malang membantu mengisikan form dokumen aplikasi di hadapan bu Valent dan dr Hardi di rumahnya,” tegas Nurul.

“Termasuk saat bu Valentina tandatangan semua form atas nama suaminya, diketahui oleh dr Hardi. Tidak ada masalah. Setelah semua selesai, saya yang membawanya form itu ke customer service BTPN untuk proses pembukaan rekening. Uang untuk membuka rekening itu, didebet dari rekening bu Valentina ke rekening baru Taseto atas nama dr Hardi,” kata dia lagi.

Tidak hanya itu, di hadapan majelis hakim, Nurul juga menunjukan surat pernyataan yang dia buat terkait proses pengajuan dan penarikan hingga penutupan rekening deposito yang kini dipersoalkan oleh Hendri Irawan, anak dari dr Hardi tersebut.

Menurut Nurul, setelah semua proses dilakukan dan mengetahui dr Hardi, kemudian terbit buku tabungan Taseto baru atas nama dr Hardi. “Uang itu baru kembali lagi ke rekening bu Valentina, setelah jatuh tempo enam bulan kemudian. Selain dapat LCD TV, bu Valentina dan dr Hardi menerima bunga yang totalnya sekitar Rp 14 juta,” papar Nurul.

Empat saksi lain dalam sidang sebelumnya, yakni Setyaningrum, Listyawati, Lisa hingga Dito lebih menjelaskan soal proses SOP yang
harus dijalankan saat pembukaan
hingga penutupan rekening baru. “dr
Hardi malah komplain tidak pernah merasa membuka rekening tersebut,” jelas Listyawati, mantan Funding Branch Manager Bank BTPN Malang.

Hendri Irawan, anak almarhum dr Hardi, yang mengajukan pra peradilan hingga kasus yang sudah 12 tahun dibuka kembali mengaku, jika dirinya mengetahui ayahnya punya rekening Taseto di Bank BTPN Malang berdasarkan keterangan ayahnya saja. Dia tidak mengetahui fakta yang sebenarnya. “Papa saya hanya cerita punya rekening itu,” kata dia.

Namun demikian, Hendri tidak pernah tahu bentuk fisik seperti buku tabungan yang bertuliskan uang rekening Rp 500 juta tersebut. Termasuk, proses pembukaan hingga penutupan rekening. (rudi)