JatimTerkini.com
Headline JTHukrimSidoarjoTerkini

Penyimpangan Jual Beli Tanah Gogol Gilir SMKN Prambon, KRPK: Hukum Jangan Tumpul Keatas tapi Tajam Kebawah

Ketua Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK), M Trijanto. Foto: Nt/ist

Sidoarjo-JATIMTERKINI.COM: Jual beli tanah gogol gilir di Desa Kedung Wonokerto, Kecamatan Prambon, yang sedianya untuk pembangunan SMKN Prambon disebut sarat maladministrasi dan dugaan korupsi. Sedangkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sidoarjo terkesan bungkam atas kasus tersebut.

Ketua Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK), M Trijanto, kepada awak media mengatakan bahwa ada dugaan terjadi penyimpangan terhadap jual beli tanah gogol gilir tersebut. Bahkan, dia mendesak agar kejaksaan menangani serius kasus yang menjadi preseden buruk dunia pendidikan ini.

“Ini preseden serius yang menyangkut tiga isu krusial sekaligus. Yaitu, adanya dugaan maladministrasi, penyalahgunaan wewenang, dan potensi kerugian keuangan negara,” ujarnya.

Menurutnya, sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA), tanah gogol gilir adalah tanah negara yang hanya dapat digunakan masyarakat desa berdasarkan asas hak pakai sementara. Hak ini bersifat komunal dan tidak bersifat individual serta tidak dapat dialihkan dalam bentuk jual beli karena tidak memenuhi unsur hak milik atau hak guna usaha.

Sehingga, kata Trijanto, proses jual beli antara pihak spekulan dengan Dinas Pendidikan, dengan objek berupa tanah gogol gilir, jelas-jelas cacat hukum. Karena, tidak ada dasar legal peralihan hak yang sah. “Jika pembelian tetap dilakukan, maka itu adalah bentuk penyalahgunaan anggaran publik untuk objek yang secara hukum tidak dapat dibeli,” ungkapnya.

Trijanto memaparkan, Disdikbud Sidoarjo yang membeli tanah tersebut dengan nilai yang jauh lebih tinggi dari harga beli awal oleh spekulan, yaitu dari Rp 581.000/m2 menjadi Rp 1.208.000/m2, mengindikasikan adanya mark-up harga. Juga, adanya potensi persekongkolan dalam pengadaan.

“Jika benar dana APBD dipakai dalam transaksi ini, maka ini berpotensi melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni merugikan keuangan negara dan/atau memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,” terangnya.

Ia menyatakan, jika dalam kasus jual beli tanah gogol gilir itu terbukti ada keterlibatan pejabat publik seperti oknum DPRD atau pejabat dinas, maka harus dilakukan pemeriksaan integritas, dengan pertanggungjawaban pidana maupun administratif. Tidak cukup hanya berhenti di tingkat desa atau pelaku perantara. “Justru pelaku utama biasanya adalah mereka yang mengambil keputusan strategis terkait anggaran dan pengadaan lahan,” tandasnya.

Bahkan, aktivis anti korupsi ini mengingatkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) bahwa hukum tidak boleh tajam ke bawah dan tumpul ke atas. “Bila banyak kepala desa langsung ditahan ketika bermasalah, maka aparat penegak hukum harus bersikap adil, transparan, dan imparsial terhadap pejabat tinggi yang terindikasi melakukan pelanggaran serupa,” tegasnya.

Tidak hanya itu, Trijanto juga mendukung langkah Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo yang hingga kini masih melakukan telaah mendalam atas kasus ini. “Namun publik berharap proses ini tidak hanya berhenti pada tahap “mempelajari dokumen”, tapi segera berlanjut ke penyidikan dan penetapan tersangka jika ditemukan bukti permulaan yang cukup. Koordinasi antar penegak hukum juga penting agar tidak terjadi tumpang tindih penyidikan atau bahkan celah nebis in idem yang dimanfaatkan untuk mengaburkan kasus,” paparnya.

Untuk itu, Trijanto meminta agar APH segera memeriksa legalitas seluruh dokumen peralihan tanah, termasuk SK Kepala Desa atau perangkat lain yang mendadak mengubah status tanah dan segera dilakukan audit oleh BPK/BPKP untuk menghitung potensi kerugian negara.

“Dinas Pendidikan juga harus diminta klarifikasi publik terkait alasan pembelian dan sumber dana. Dan, kasus ini dapat dilaporkan kembali secara resmi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar dilakukan supervisi atau pengambilalihan perkara jika ditemukan adanya intervensi,” tambahnya.

Sementara, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo, Dr. Tiro Adi MP.d ketika dikonfirmasi terkait kasus ini by phone Whatsapp-nya di nomor 0823.38XX.XXXX pada Senin (23/6/2025), ia tak mau mengangkat. Bahkan, di chat pun ia tak mau membalas.

Seperti diketahui, jual beli tanah gogol gilir di Desa Kedung Wonokerto, Kecamatan Prambon oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Sidoarjo sudah dilaporkan oleh masyarakat yang mengatasnamakan Formasi (Forum Rembug Masyarakat Sidoarjo) ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo pada Senin (5/5/2025) lalu. Bahkan tanah dengan luas sekitar 2,1 hektar yang rencananya akan dibangun Gedung SMKN Prambon itu kini terpampang spanduk besar bertuliskan “Sido ta gak mbangun sekolahan? Ojok-ojok duite dikorupsi?”.

Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa jual beli tanah gogol gilir seluas 2,1 hektar atau 15 ancer itu disebut-sebut telah melibatkan spekulan tanah bernama Sugiono. Ia membeli tanah gogol gilir dari petani Rp581.481/M² dengan total Rp12 miliar.

Tanah gogol gilir tersebut kemudian dijual lagi ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo senilai Rp1.208.050/M² dengan total Rp25 miliar. Ada dugaan proses jual beli tersebut melibatkan oknum Wakil Ketua DPRD Sidoarjo yang disebut bernama Kayan.

Namun, sejak jual beli tersebut hingga kini tanah gogol gilir yang menjadi perhatian serius masyarakat tetap mangkrak. Padahal rencananya tanah tersebut akan dibangun Gedung SMKN Prambon.

Kasi Intel Kejari Sidoarjo, Hadi Sucipto SH MH ketika dikonfirmasi awak media, beberapa waktu lalu, mengatakan bahwa pihaknya masih menelaah kasus tersebut. Kejaksaan akan mempelajari apakah kasus tersebut masuk dalam ranah pidana umum atau ranah tindak pidana korupsi. “Itulah yang kita telaah saat ini. Selanjutnya akan kita evaluasi untuk menentukan langkah selanjutnya,” pungkas Hadi. (rud)