
Surabaya-JATIMTERKINI.COM: Modus Agus Setiawan, yang selama ini dikenal sebagai Calo SIM Colombo, akhirnya dibongkar oleh salah satu saksi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Agus Setiawan digugat oleh istrinya sendiri berinisial SI setelah diam-diam menjaminkan rumah istri yang baru dinikahi ke BRI (Bank Rakyat Indonesia). Bahkan, dalam proses pengajuan kredit ke bank tersebut diduga ada manipulasi data dan pemalsuan.
Dalam sidang kali ini, penggugat menghadirkan saksi Nurmansyah, yang merupakan kakak kandung dari Syamdayani. Di depan majelis hakim, Nurmansyah mengaku, sejak awal dirinya tak setuju jika SI menikah dengan Agus. Pasalnya, Agus mempunyai profesi yang tidak jelas. “Agus itu seorang pengamen, dan calo diinstansi terkait (Calo SIM Colombo),” ujar saksi.
Nurmansyah mengatakan, jika dugaan itu akhirnya terbukti. Adik kandungnya itu kini ditelantarkan. Bahkan sebelum ditelantarkan, Agus meminta untuk men-scanner KTP-nya. Ada dugaan kuat jika scanner KTP tersebut digunakan Agus untuk memanipulasi data mengajukan kredit ke bank, dengan jaminan rumah milik SI.
“Benar dugaan saya bahwa adik saya ditelantarkan dan sekarang sudah tidak tahu keberadaannya. Terakhir saya bertemu lupa tahun berapa, dia mengatakan kalau dia (Agus) telah menjanjikan rumah.
Saat itu adik saya menuruti kemauanya untuk menscanner KTP. Dan KTP adik saya fotonya diganti, itu semua suruhan Agus dan adik saya disuruh tanda tangan, namun setelah ditanda tangani janji tergugat tidak terealisasi. Bahkan sekarang adik saya dicerai, dituduh selingkuh, karena dituduh selingkuh maka saya tidak bisa berbuat apa-apa. Yang bilang adik saya selingkuh itu adalah Agus Setiawan suaminya sendiri,” ungkap Nurmansyah.
Dikatakan Nurmansyah, tuduhan selingkuh itu diduga akal-akalan saja agar Agus dapat nikah dengan SI. Apalagi saat itu SI dikenal sebagai perempuan kaya yang punya banyak rumah.
Sementara, kuasa hukum SI, Muhammad Takim SH MH dari ARN Law Firm menyatakan, jika Syamdayani merupakan SI palsu, yang di skenario oleh Agus seolah-olah sebagai SI. Dan Syamdayani merupakan adik dari saksi Nurmansyah.
Dikatakan Takim, jika dalam kasus tersebut ada sebuah skenario besar yang diduga dimainkan oleh Agus. Tujuannya, tak lain hanya untuk mengeruk keuntungan pribadi dari SI. Karena, lanjut Takim, diduga kuat adanya rekayasa dalam foto KTP dan surat kuasa, juga surat persetujuan di bawah tangan yang diduga palsu, yang diduga dilakukan oleh Syamdayani atas suruhan Agus.
Dan surat persetujuan maupun surat kuasa dibawah tangan yang seharusnya pada Minuta Akta pada Notaris Protokuler Hendrikus Hendratama dalam Minuta Akta Persetujuan Kredit Nomer 25 yang dibuat oleh Notaris Hendrikus Caroles seharusnya melekat. Tetapi tidak ada dan tidak ditemukan.
“Jadi, adik saksi telah dimanfaatkan oleh Agus Setiawan meskipun telah diceraikan pada tahun 2007,” terang Takim.
Selain itu, lanjut Takim, Syamdayani juga dimanfaatkan oleh Agus dalam rekayasa kredit ke BRI dengan jaminan SHM TPI blok L-18. Karena pada tanggal 10 hingga 20 Maret 2016, SI berada di luar kota.

“Perlu ditekankan atas perjanjian accessoir (tambahan) terdapat surat persetujuan atau surat kuasa di bawah tangan, seharusnya surat persetujuan atau surat kuasa secara notariil. Sehingga perjanjjian accessoir (tambahan) berdasarkan surat persetujuan atau surat kuasa di bawah tangan maka perjanjian APHT adalah NIETIG,” tandas Takim.
Tragisnya lagi, ada dugaan pencurian SHM oleh Agus atas rumah milik SI yang berada Kedurus Gang Delima IV. Itu diakui saksi Nurmansyah, jika adiknya Syamdayani sebagai pengganti SI, dengan menandatangani perjanjian kredit dan perjanjian accessoirnya. Rekayasa itu diduga terjadi terhadap aset-aset SI lainnya.
Seperti diketahui, dengan didampingi kuasa hukumnya Muhammad Takim SH MH, Ronny Bahmari SH, Teguh Adi Maryuwono SH dan Dra Suri Lidyawati SH MH, SI mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Manukan, Agus Setiawan (suaminya), PT Panca Anugrah Jaya, Judha Sasmita (pemenang lelang), Kemenkeu (Kementerian Keuangan) Cq Dirjen Kekayaan Negara Cq Kanwil DJKN Jatim Cq KPKNL Surabaya, Kementerian ATR/BPN Cq Kanwil BPN Jatim Cq BPN Surabaya dan turut tergugat Notaris dan PPAT Hendrikus Dwi Hendratono SH.
Kasus ini berawal ketika SI mengetahui jika rumahnya di yang berada di Jalan Taman Pondok Indah (dahulu Jalan Wiyung Indah VIII) Blok L-18, dilelang oleh BRI Cabang Manukan. Pasalnya, suaminya Agus Setiawan meminjam uang atas nama PT Panca Anugrah Jaya sebesar Rp 1,5 Miliar. Kredit tersebut dengan jaminan SHM (Serifikat Hak Milik) tanah dan rumah tersebut.
Mengetahui hal itu, SI pun terkejut. Karena ia tidak pernah memberikan ijin untuk menjaminkan SHM rumahnya ke BRI. Padahal sebagai istri sah, ia wajib memberikan persetujuan sebagai syarat pencairan kredit bank. Apalagi, rumah itu milik ia sendiri, bukan harta dari hasil perkawinannya dengan Agus Setiawan.
Setelah ditelusuri ternyata beberapa dokumen seperti KTP diduga dipalsukan. Termasuk SHM yang tersimpan di rumah diduga kuat juga bukan asli alias hasil scanner (duplikasi). Selain itu, surat persetujuan dan kuasa istri, sebagai persyaratan dalam pengajuan kredit di bank diduga juga dipalsukan.
Lantaran adanya dugaan tindak pidana menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik atau pemalsuan surat dan dugaan tindak pidana pencurian, Agus pun dilaporkan ke polisi dengan laporan bernomor: TBL-B/256/III/RES.1.9./2021/RESKRIM/SPKT Polrestabes Surabaya dan laporan polisi bernomor: TBL-B/473/V/RES.1.8./2021/RESKRIM/SPKT Polrestabes Surabaya.
Menurut Takim, kuasa hukum SI, penjaminan tanah dan bangunan yang berada di Jalan Taman Pondok Indah Blok L-18 seluas 190 M2 tersebut bertentangan dengan Pasal 1320 KUHPerdata, juga adanya cacat kehendak sesuai pasal 1321 KUHPerdata, sehingga menimbulkan kerugian sesuai Pasal 1365 KUHPerdata.
“Saat ini kami mendampingi klien kami atas perkara dengan obyek sengketa yang sudah dilelang. Memang secara prosedur sudah dilalui, namun ada proses yang tidak sesuai dengan UU, khususnya pasal 1320, pasal 1321 dan pasal 1365 KUHPerdata. Maka kami melakukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), ini pun saran dari Ketua Pengadilan Negeri Surabaya,” jelas Takim.
Selain itu, kata Takim, atas kasus ini juga dilakukan laporan polisi lantaran ditemukan adanya dugaan tindak pidana. Yakni, dugaan memberikan keterangan palsu dalam akta otentik atau pemalsuan surat, seperti yang diatur dalam Pasal 266 KUHP dan Pasal 263 KUHP.
Tidak hanya itu, lanjut Takim, dalam kasus tersebut Agus Setiawan diduga juga melakukan tindakan yang bertentangan dengan UU, yaitu Pasal 1321 KUHPerdata. “Yang berkaitan dengan perjanjian dalam Akta Pemberian Kredit atau perjanjian pokok dan perjanjian tambahan atas obyek yang sudah dilelang,” tandasnya.
Namun, Takim tidak akan berbicara soal lelang. Melainkan ada prosedur yang dilalui dengan cara yang diduga telah cacat hukum. “Kami tidak bicara soal lelang. Tapi ada prosesnya semua, hak tanggungan dan sebagainya. Proses perolehannya ini dilakukan melalui proses dengan syarat yang gak terpenuhi. Sehingga ini bisa batal demi hukum,” terang praktisi hukum alumnus Universitas Airlangga (Unair) ini. (Rud)