JatimTerkini.com
Artikel

Mencari Polisi Jujur

Dr. Ahmad Zainul Hamdi, M.Ag - Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya
Dr. Ahmad Zainul Hamdi, M.Ag – Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya

Gus Dur pernah berkelakar, bahwa hanya ada tiga polisi jujur: patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Polisi Hoegeng. Kelakar ini jelas adalah sebuah kritikan. Di balik teks kelakar itu, Gus Dur seakan hendak mengatakan betapa susahnya cari kejujuran di tubuh polisi.

Kasus yang terjadi di Polda Jawa Timur saat ini seakan membenarkan kelakar Gus Dur itu. Reposisi cepat dari Irjen Teddy Minahasa ke Irjen Toni Harmanto karena Jenderal yang pertama terlibat bisnis narkoba semakin menambah pesimisne publik ke institusi kepolisian. Kasus ini sangat ironi karena kehadiran Irjen Teddy ke Jawa Timur di tengah isu ketidakprofesionalan polisi dalam menangani suporter bola.

Jika kasus ini disambungkan dengan drama Sambo yang di dalamnya mencuat isu asmara dan jaringan perjudian di balik peristiwa pembunuhan, skeptisisme publik rasanya sudah di puncaknya. Apa lagi yang tersisa din instansi korps berbaju coklat ini?

Lalu, bagaimana caranya membersihkan institusi kepolisian ini? Bagaimana mereformasi instansi dg slogan “Melindungi dan Melayani” ini?

Jika kepolisian dibubarkan, maka negara ini akan menjadi rimba yang dikuasasi oleh orang-orang kuat sekalipun jahat. Sejengkel apapun kita kepada polisi, tetap saja tidak bisa membayangkan ada sebuah negara tanpa aparat keamanan resmi karena mudharatnya akan lebih besar.

Membayangkan ada superhero yang akan membasmi polisi jahat, ah itu hanya tontonan indah di film-film Hollywood. Dalam dunia nyata, yang ada adalah kumpulan manusia yang bertulang dan berdaging dengan segala kelemahannya.

Yang paling masuk akal adalah mengharapkan ada sekelompok jenderal polisi bersih yang membentuk sebuah kekuatan dan mengambil langkah-langkah reformasi dari dalam. Ini pun tidak mudah. Hambatan terbesarnya adalah apakah masih ada kelompok itu? Bukankah skeptisisme terhadap kepolisian dalam memberantas korupsi, misalnya, karena “tidak mungkin menyapu kotoran dengan sapu yang belepotan kotoran”?

Bahkan jika pun ada kelompok polisi bersih itu, seberapa besar kekuatannya? Mungkinkah mereka mengambil langkah yang akan mempertaruhkan segalanya, termasuk mungkin nyawanya?

Seluruh kalimat tanya di atas menunjukkan betapa peliknya melakukan reformasi di tubuh kepolisian. Jika semua pintu perbaikan sudah nyaris tertutup, mungkin benar kelakar Gus Dur, bahwa hanya patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng yang memiliki kejujuran.