
Lamongan-JATIMTERKINI.COM: Kasus dugaan penyerobotan tanah milik Nenek Panisri (72) yang terletak di Dusun Bangunrejo, Desa Balungtawun, Kecamatan Sukodadi, Lamongan, yang selama ini tak kunjung selesai dipastikan bakal kembali mangkrak.
Pasalnya, meski Polres Lamongan sudah menetapkan status tersangka terhadap Sujak, namun Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamongan malah memberikan petunjuk (P-18) pada penyidik menunggu putusan Perdata untuk melanjutkan kasus tersebut. Padahal, kasus dugaan penyerobotan tanah tersebut tidak dalam proses hukum Perdata.
Petunjuk kejaksaan agar menunggu putusan Perdata terungkap dalam SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) yang dikirim penyidik ke pelapor, yaitu Nenek Panisri. Dalam SP2HP tersebut disebutkan bahwa penyidik Polres Lamongan sudah menyerahkan berkas perkara dengan tersangka Sujak dengan jeratan Pasal 167 KUHP. Namun anehnya, kejaksaan memberikan petunjuk agar dilengkapi putusan Perdata terlebih dahulu, meskipun tanah milik Nenek Panisri sudah mengantongi bukti sah dari BPN berupa sertipikat SHM.
“Ini yang aneh. Tanah kami yang di serobot sudah punya bukti kepemilikan yang sah berupa SHM dari BPN. Kok sekarang diminta putusan Perdata, ada apa ini? Kami tidak sedang menggugat Perdata, tapi kami melaporkan tanah yang kami bersertifikat SHM di serobot orang dan dikuasai orang,” ujar Siti Umayah, anak Nenek Panisri pada awak media seraya menunjukan SP2HP.
Siti Umayah mengaku kecewa atas sikap kejaksaan yang terkesan berbelit-belit dalam menangani kasus penyerobotan tanah yang menimpa keluarganya. “Tolong jangan menghambat kami yang sedang mencari keadilan. Kalau kejaksaan beralasan jika proses pidana bisa berjalan kalau ada putusan Perdata harusnya pihak penyerobot yang melakukan gugatan. Mereka yang mendalilkan harus bisa membuktikan, bukan memanfaatkan kelemahan bapak ibu saya yang sudah berusia 72 tahun untuk melakukan tindakan premanisme, jelas bapak ibu saya kalah secara fisik,” terang Siti Umayah.
Siti Umayah memaparkan, bahwa tanah dan rumah yang ditempati oleh kedua orangtuanya itu sudah bersertifikat SHM dari BPN dengan luas tanah sekitar 150 Ru. Namun sekitar 100 Ru diduga di serobot oleh Sujak, hingga hanya menyisahkan 50 Ru saja.
Dikatakan Siti Umayah, tanah yang diduga di serobot tersebut ditanami Pohon Pisang oleh Sujak. Bahkan, Pohon Pisang itu juga sengaja ditanam di depan rumah Nenek Panisri. Nenek Panisri yang hanya hidup berdua dengan suaminya bernama Ladi (73) tampak tak berdaya ketika tanahnya dikuasai orang lain.
Apalagi, lanjut Siti Umayah, orangtuanya kerapkali mengalami intimidasi secara psikologis lantaran pihak penyerobot tanah tersebut sering mondar-mandir di depan Nenek Panisri sambil membawa sajam (senjata tajam). “Beliau hanya tinggal berdua, anak-anaknya tinggal di luar kota semua. Sehingga inilah yang membuat pihak penyerobot leluasa, mudah dan bebas melakukan aksi premanisme daripada melakukan gugatan,” ungkapnya.
Siti Umayah kembali menyatakan, jika pihaknya sudah mengetahui penetapan tersangka pada 17 Agustus 2025 lalu. Dalam perkara sudah proses pelimpahan berkas tahap pertama ke Kejaksaan Negeri Lamongan. “Sebelumnya saya juga pernah mendatangi kejaksaan untuk bertanya kendalanya dimana kok belum disidangkan? Jawaban kejaksaan, jika kasus penyerobotan tanah ini ranah perdata dan kami disuruh melakukan gugatan Perdata dulu, baru bisa upaya Pidana. Ini kan aneh, kami punya sertifikat SHM kok malah disuruh menggugat. Sedangkan kepolisian sudah menetapkan status tersangka dari hasil dari gelar perkara. Ini ada apa dengan kejaksaan?,” tanya Siti Umayah.
Bahkan, Siti Umayah menyatakan akan mengambil langkah hukum pada siapa saja yang menghambat pihaknya mencari keadilan. “Yang saya inginkan segera disidangkan. Kalau pun Perdata didahulukan silahkan pihak mereka yang menggugat. Dan siapa pun yang menghalangi kami akan menempuh jalur hukum,” tambahnya. (red)

