
Surabaya – Anggota Komisi A DPRD Surabaya, Mochamad Machmud, angkat bicara soal keluhan dan protes warga serta pengurus RW 2 Kelurahan Dukuh Pakis yang menyerahkan stempel ke Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya yang merasa tak nyaman terganggu suara bising akibat yang ditimbulkan suara Disc Jockey (DJ) Club malam Whisper.
Menurutnya, Pemkot Surabaya harusnya berpihak kepada warga dan mengevaluasi lagi keberadaan club malam tersebut.
“Sebelum ada club malam, dunia hiburan Whisper tersebut, warga hidup dengan tenang, nyaman dalam menjalani ibadah dan aktifitas. Namun sejak ada tempat itu, masyarakat terganggu” tegas mantan jurnalis ini, Rabu (22/2/2023) ketika dihubungi via telepon selularnya.
Agar masyarakat kembali tenang dan nyaman tidak terganggu lagi, sambungnya, Pemerintah Kota harusnya mengevaluasi club malam Whisper tersebut.
“Tempat usaha hiburan malam itu dievaluasi. Jika pemerintah kota tidak bisa menangani komplain, keluh kesah serta protes masyarakat ya tempat usaha tersebut ditutup saja” tandas pria yang duduk di Komisi A DPRD yang membidangi Pemerintahan ini.
Machmud mengingatkan, tugas Pemerintah itu mensejahterakan rakyatnya, yang notabene warga dan masyarakatnya termasuk pengusahanya.
“Kasus seperti sering terjadi, pemkot selalu sembrono tanpa pertimbangan dampak yang ditimbulkan, itu yang jadi masalah. Pengusaha itu baik dan harus dilindungi, tapi kalau menimbulkan dampak untuk masyarakat, ya harus dipikir lagi untuk dievaluasi” pungkasnya.
Seperti diketahui, puluhan warga serta pengurus kampung dari Tiga RT dan Satu RW dikelurahan Dukuh Pakis merasa tak nyaman terganggu suara bising akibat yang ditimbulkan Disc Jockey (DJ) Club malam Whisper akhirnya menyerahkan stempel ke Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya dikantor Kelurahan Dukuh Pakis, Senin (20/2/2023) malam.
Sehingga pada Senin (20/2) malam, Asisten II, Irvan Widyanto mengundang warga RW 2 serta Tiga RT di kelurahan Dukuh Pakis, pihak Whisper, lurah, camat, dan instansi Pemprov Jatim untuk rapat mediasi.
Namun, mediasi yang dilakukan selama 2 jam tersebut tidak membuahkan hasil yang konkrit sehingga sejumlah warga memilih hengkang dari mediasi tersebut.
Karena menemui jalan buntu, tak ada solusi, warga menyerahkan stempel yang biasa dipergunakan ketua RT/RW untuk melayani kebutuhan administrasi warga itu diberikan ke pihak Pemkot Surabaya yang diwakili Asisten Perekonomian dan Pembangunan di kantor Kelurahan Dukuh Pakis.