JatimTerkini.com
Headline JTJakartaPemiluPolitikTerkini

Bicara politik dinasti hingga ‘pelemahan demokrasi’, pidato Ganjar disorot

Ganjar Pranowo ketika berpidato di KPU usai mengambilan nomor urut. Foto: ist

JATIMTERKINI.COM: Ganjar Pranowo yang berbicara soal pelemahan demokrasi menjelang Pemilu 2024 menjadi sorotan para pengamat politik. Bahkan, dosen Departemen Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman PhD menggaris bawahi pidato Ganjar tersebut.

Diketahui sebelumnya, masing-masing pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres/cawapres) mendapat kesempatan berpidato usai pengambilan nomor urut pasangan kandidat Pilpres 2024, di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

Dari ketiga pidato yang disampaikan, menurut Airlangga, pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang paling memberikan penekanan secara tegas dan kontekstual terkait dengan proses demokrasi di Indonesia saat ini.

Dalam pidatonya, kata dia, Ganjar mengatakan momen politik kali ini ditandai semacam pelemahan atas kondisi demokrasi. Hal itulah yang menurut Ganjar menyebabkan keadaan politik di Indonesia saat ini tidak sedang baik-baik saja.

Dalam pidatonya, Ganjar menunjukan kekhawatiran terkait dengan indikasi instrumentalisasi hukum demi kepentingan politik. Khususnya terkait dengan gugatan pasal yang memberikan ruang bagi pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai kandidat wakil presiden.

“Sepertinya hal ini berhubungan dengan kontroversi terkait indikasi instrumentalisasi hukum bagi kepentingan kekuasaan dan terjadinya conflict of interest dari Ketua Hakim MK Anwar Usman dalam gugatan pasal yang disetujui yang memberi ruang bagi pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai kandidat wakil presiden Prabowo Subianto,” jelas Airlangga dalam rilisnya.

Skandal yang melibatkan mantan Ketua Hakim MK Anwar Usman telah merendahkan kepercayaan publik terhadap integritas pemilu yang diharapkan bisa berlangsung secara jujur dan adil, serta bebas dari intervensi atau cawe-cawe aparat.

Hal ini, menurut dia, menyebabkan harapan atas momen pilpres untuk menuju Persatuan Indonesia, sesuai dengan sila ketiga Pancasila dan nomor urut pasangan Ganjar-Mahfud melalui politik yang riang gembira, tercederai.

Kedua pasangan lainnya seperti pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar maupun Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka secara normatif sama-sama menekankan tentang pemilu yang fair dan bebas kecurangan.

Dalam pidatonya, kandidat wapres Muhaimin Iskandar menegaskan tentang pentingnya sportifitas dalam pilpres mendatang, layaknya pertandingan bola. Dimana penonton adalah warga yang bersuara dan mencatat apabila terjadi kecurangan.

Sementara pidato yang disampaikan Prabowo Subianto menekankan pentingnya pemilu yang berlangsung secara adil dan tanpa kecurangan. Pidato Prabowo Subianto tentang pentingnya pemilu yang fair dan jujur, perlu mendapat catatan kritis.

Dikatakan Airlangga, pasangannya sebagai cawapres yakni Gibran Rakabuming Raka yang merupakan bagian dari keluarga dinasti Presiden Jokowi. “Keterlibatan ini menimbulkan kontradiksi antara penegasan yang disampaikan dan realitas politik yang terjadi,” paparnya.

Apalagi, lanjut pengamat politik itu, Gibran tampil menjadi cawapres dalam proses politik yang lahir melalui proses yuridis yang cacat etis. Sehingga, hal ini memunculkan kontradiksi antara penegasan yang disampaikan dengan realitas politik yang terjadi.

“Tekanan pada pentingnya merawat demokrasi agar dinamika politik kita tidak mundur kebelakang pada jaman ketertutupan otoritarianisme merupakan point yang penting dalam proses elektoral 2024,” tambahnya. (Rudi)