JATIMTERKINI.COM: Sidang gugatan Perum Graha Persada Indah (GPI) terhadap 51 warga perumahan lantaran diduga wanprestasi atas pembayaran IPL (Iuran Pemeliharaan Lingkungan) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Gresik, Senin (19/8/2024). Namun demikian, dua orang saksi yang dihadirkan mengakui, jika penarikan IPL sudah disampaikan sebelum adanya perjanjian jual beli antara developer dengan calon pembeli perumahan.
Yosa Elifas, salah satu agency property, di hadapan Majelis Hakim yang diketuai oleh Muhammad Fatkhur Rohman SH MH mengatakan, bahwa dia memasarkan unit perumahan GPI sejak 2017. Namun, setiap menawarkan produk perumahan tersebut dirinya selalu menyampaikan ke calon pembeli bahwa nantinya akan ada penarikan IPL oleh pihak developer. Sedangkan untuk besaran nilainya nantinya akan menyesuaikan. “Itu selalu saya sampaikan ke user sebelum adanya perjanjian jual beli kedua belah pihak, antara developer dengan calon pembeli,” kata Yosa, salah seorang saksi yang dihadirkan di muka persidangan ini.
Bahkan, menurut dia, selama ini calon pembeli dari pihaknya tidak pernah mempersoalkan penarikan IPL tersebut. “User dari saya tidak ada masalah. Mereka tidak keberatan. Bahkan ada user yang langsung membayar satu tahun,” jelas Yosa.
Di depan majelis hakim, Yosa memaparkan, jika setiap menawarkan unit perumahan GPI, dia selalu menunjukan brosur, site plain hingga menjelaskan adanya IPL yang wajib dibayar oleh pembeli perumahan kepada pihak pengelola. “Saya sampaikan juga bahwa peruntukan IPL itu untuk biaya keamanan, kebersihan, termasuk sampah, hingga pemeliharaan fasilitas umum,” tandas Yosa.
Hal yang sama juga dikatakan saksi Raditya Purnama. Menurut Raditya, penarikan IPL tersebut juga dilakukan oleh developer lain, selain Perum GPI.
“Kalau sudah disetujui oleh calon pembeli, maka akan dilanjutkan dengan perjanjian jual beli, berikut pemberian uang DP (Down Payment/Uang Muka) kepada developer,” ungkap Raditya.
Raditya pun sempat dicecar pertanyaan oleh Ketua Majelis Hakim Muhammad Fatkur Rohman, apakah sejak awal ada calon pembeli yang keberatan setelah disebutkan ada penarikan IPL?
“Jujur, kalau user dari saya tidak ada yang keberatan pak. Mereka ada yang bayar langsung IPL dua tahun,” tandas Raditya.
Usai sidang, Ketua Tim Hukum PT Multi Graha Persada Indah, Wellem Mintarja SH MH mengatakan, jika penarikan IPL sudah dijelaskan sejak awal kepada calon pembeli perumahan. “Kedua saksi tadi sudah menjelaskan di depan majelis hakim jika penarikan IPL sudah dijelaskan dari awal sebelum jual beli. Kalau soal besaran nilainya ya sesuai inflasi atau UMR yang ada,” tegas Wellem.
Selain itu, lanjut Wellem, Perum GPI belum diwajibkan menyerahkan pengelolaan kepada pihak pemerintahan daerah. “Intinya developer belum diwajibkan menyerahkan ke pihak pemerintah daerah. Dan setiap perumahan ada tata tertibnya, peraturan yang diterapkan. Termasuk one gate sistem, renovasi, juga IPL,” ujar praktisi hukum Jawa Timur ini.
Sehingga, selama belum ada penyerahan pengelolaan ke pemerintah daerah maka pihak developer masih berhak untuk mengelola, juga melakukan penarikan IPL.
“Misalkan sudah diserahkan ke pemerintah daerah otomatis kewenangan ada di desa, kemudian turun ke RT. Nah, saat ini developer masih diberi ruang untuk mengatur dan mengelola. Kalau sudah diserahkan kita akan lepas,” tambah Nur Cholik SH, yang dibenarkan juga oleh Sandi Mutaqin SH.
Seperti diketahui, PT Multi Graha Persada Indah menggugat 51 warga Perumahan Graha Persada Indah Regency, Desa Mojosarirejo, Kecamatan Driyorejo, sebesar Rp 800 juta di Pengadilan Negeri (PN) Gresik. Pasalnya, mereka dianggap wanprestasi tak mau membayar iuran pengelolaan lingkungan (IPL) yang sudah ditetapkan oleh pihak developer.
Dalam sidang sebelumnya, Wellem Mintarja SH MH, kuasa hukum PT Multi Graha Persada Indah, mengatakan bahwa gugatan tersebut terpaksa dilakukan lantaran 51 warga penghuni Perumahan Graha Persada Indah Regency dianggap wanprestasi. Mereka 3 tahun tidak mau membayar IPL kepada pihak developer sebagai pengelola.
Padahal, dana IPL yang dikelola oleh developer akan disalurkan untuk kepentingan bersama warga perumahan. Diantaranya, untuk perawatan fasum (fasilitas umum), perawatan lampu jalan (PJU), perbaikan jalan perumahan, keamanan dan kebersihan lingkungan. Sehingga, lingkungan perumahan tetap terawat, aman dan nyaman.
Namun, sejak tahun 2021 hanya 51 warga yang tidak mau membayar IPL. Sedangkan, 75 persen warga lainnya sudah tertib melakukan pembayaran setiap bulan.
“IPL ini awal mulanya hanya sekitar Rp 75 ribu perbulan. Saat ini sekitar Rp 125 ribu setiap bulannya. Karena besaran iuran pengelolaan lingkungan kami sesuaikan dengan inflasi dan UMR Kabupaten Gresik,” jelas Wellem.
Dikatakan Wellem, 51 warga yang tidak mau membayar IPL beralasan ingin mengelola IPL sendiri. Padahal, perumahan tersebut secara hukum belum diserahkan hak pengelolaannya kepada pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gresik. “Seharusnya mereka tunduk dan terikat dengan penggugat, sebagai pengelola. Hal itu selaras dengan kewajiban hukum pihak developer selaku penyelenggara pengelolaan Iuran Pemeliharaan Lingkungan adalah penting,” tandasnya. (Rud)