Dalam ajaran Islam, kritik termasuk dalam ajaran amar makruf nahi mungkar (QS Ali-Imran: 110). Kritikan kerap kali sulit dihadapi. Namun demikian, Nabi Muhammad SAW bisa menjadi teladan untuk menerima kritikan dengan rendah hati dan menjadikannya masukan positif.
Bagi umat Islam, amanah kepemimpinan bukan sekadar hasil persidangan atau pilihan mayoritas rakyat, melainkan pula mandat dari Allah sebagai penyampai nasihat-Nya. Diriwayatkan dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad Dariy bahwa Rasulullah saw bersabda, ”Agama itu adalah nasihat.”
Hadis itu menerangkan bahwa agama adalah nasihat berbagai pihak, termasuk di dalamnya adalah nasihat para pemimpin bagi seluruh rakyatnya dan begitu pula sebaliknya, nasihat kaum Muslimin kepada pemimpin dan juga sesamanya.
Pesan spiritual terhadap kepemimpinan berdasarkan hadis tersebut adalah pertama, menegaskan bahwa ketika seseorang terpilih sebagai pemimpin, sesungguhnya Allah telah mengangkatnya sebagai wakil di bumi-Nya.
Pemimpin ditempatkan pada barisan keempat setelah Allah swt, kitab-Nya, dan rasul-Nya, sebagai pengemban syiar kebaikan dan kebenaran. Kedudukannya begitu strategis, mencakup wilayah yang luas dan jumlah umat yang banyak.
Karena inti agama adalah nasihat dan salah satu pemilik nasihat adalah pemimpin, tugas utamanya adalah membawa misi ketuhanan Yang Maha Esa (tauhidullah), menunaikan salat dan zakat, memfasilitasi warganya melakukan kebaikan serta beramar makruf dan nahi munkar (QS Al-Hajj:41).
Sudah seharusnya ‘pejabat atau Pemimpin’ baik pemerintah, lembaga, instansi, institusi, parpol, penyelenggara pemilu, atau apapun selama masih ‘menjabat’ adalah amanah dan tanggung jawab yang diemban sebagai ‘jabatan’ sementara.
Kritik hakikatnya adalah suatu ungkapan atau tanggapan atas suatu peristiwa atau suatu hal yang menggunakan pertimbangan atau kajian baik buruk dalam rangka untuk memperbaiki peristiwa atau hal tersebut. Dengan pengertian seperti itu, kritik adalah upaya untuk memperbaiki keadaan.
Kritik selama tujuannya untuk perbaikan kehidupan bersama dan dilakukan dengan cara yang tidak bertentangan dengan norma dan etika, maka sekeras dan setajam apapun kritiknya, selama berada dalam koridor itu adalah sesuatu yang baik.
Namun sebaliknya, kalau kritik tidak berdasar, dengan hinaan, hujatan, cercaan, maka tentu Islam tidak menghendaki hal-hal yang mendatangi kerusakan.