JatimTerkini.com
Headline JTJakartaPemiluPolitikTerkini

Indonesian-American Lawyers Association ingatkan MK perbaiki marwah dan terapkan keadilan di PHPU

Ketua Majelis Hakim MK Suhartoyo ketika memimpin sidang. Foto: ist

JATIMTERKINI.COM: Mahkamah Konstitusi (MK) diminta bisa menjaga amanah konstitusi UUD 1945. Sehingga, dapat menerapkan keadilan substantif, memperbaiki marwah hingga menjalankan proses politik berbangsa dan bernegara.

Hal itu ditegaskan Indonesian-American Lawyer’s Association (IALA) dalam pendapat amicus curiae atau sahabat pengadilan.

Bahkan, IALA beranggotakan para praktisi hukum dan ahli hukum diaspora Indonesia di seluruh negara bagian di Amerika Serikat (AS) itu menyampaikan amicus curiae sebagai bentuk dukungan kepada para pemohon dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU) tahun 2024 dengan Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 dan Nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024.

Perwakilan IALA di Indonesia, Bhirawa Jayasidayatra Arifi mengatakan, kini MK memiliki kesempatan untuk merehabilitasi atas cacat norma yang lahir dari putusan MK Nomor 90/2023, yang syarat benturan kepentingan dan menimbulkan ketidakadilan dalam bermasyarakat.

Dalam pendapatnya, IALA menekankan dua hal. Yakni, MK selaku penjaga amanah UUD 1945 berwenang mengadili secara substantif perselisihan Pemilihan Umum.

Kemudian, MK dapat membatalkan Putusan MK Nomor 90/ 2023 tentang Ketentuan Tambahan Pengalaman Menjabat dari Keterpilihan Pemilu dalam Syarat Usia Minimal Capres/Cawapres.

Seperti diketahui, putusan itu membuka peluang bagi putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai Cawapres meskipun usianya kurang dari 40 tahun.

Pasalnya, Putusan MK Nomor 90/ 2023 menyebut, bahwa batas usia Capres dan Cawapres paling rendah 40 tahun dan/atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Selain itu, Bhirawa mengatakan, kontroversi atas Putusan MK Nomor 90/2023 yang dipandang publik memberikan manfaat kepada salah satu pihak dalam Pemilu 2024 jelas menciderai rasa keadilan dalam masyarakat.

“Secara substantif, petisi untuk menurunkan batas umur minimal untuk mencalonkan diri menjadi presiden bukanlah hal yang luar biasa. Di Amerika Serikat batas usia minimal sebagai presiden adalah 35 tahun,” kata dia.

Sehingga, yang jadi persoalan adalah benturan kepentingan dengan objek pembahasan dari putusan tersebut, di mana Ketua MK Anwar Usman kala itu memiliki hubungan keluarga dengan Presiden Jokowi dan Gibran yang merupakan keponakannya sendiri.

“Hal ini telah diputuskan sebagai pelanggaran etik berat serta melanggar Pasal 17 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman sebagaimana ditetapkan Mahkamah Kehormatan MK dalam putusannya,” tandasnya.

Dikatakan Bhirawa, jika saat itu Anwar Usman memutuskan untuk tidak ikut memberikan suara dan terlibat dalam kasus itu dengan alasan konflik kepentingan, putusan MK itu, walaupun bisa dianggap konroversial, tidak bisa diserang secara keutuhan dan kesuciannya karena sudah keluar sesuai dengan proses hukum dan etika tertinggi.

Tidak hanya itu, MK dianggap punya kesempatan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat dalam penyelenggaraan hukum melalui penerapan keadilan substantif dengan memperbaiki ketidakadilan yang muncul akibat putusan yang erat dengan benturan kepentingan dan tidak terkungkung dalam keadilan prosedural saja demi memperbaiki norma baru yang lahir atas Putusan MK Nomor 90/2023.

Praktik amicus curiae, lanjut Bhirawa, bukanlah bentuk intervensi terhadap kebebasan hakim dalam memutus perkara. Melainkan bertujuan untuk membantu hakim dalam memeriksa, mempertimbangkan dan memutus perkara sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 48/2009 tentang kekuasaan Kehakiman.

“Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat,” ungkapnya.

Dan, penyampaian amicus curiae didasarkan pada kepedulian terhadap pemeliharaan konstitusi sesuai dengan prinsip-prinsip etika, moral dan hukum yang terkandung di dalamnya.

Ditambahkan Bhirawa, demokrasi yang dijalankan oleh penyelenggara negara yang bermoral dan beretika akan menjamin tercapainya cita-cita luhur bangsa Indonesia.

“Kami berkomitmen untuk terus mendorong, mengingatkan dan memperjuangkan tegaknya demokrasi Indonesia yang bermoral dan beretika dari waktu ke waktu, untuk menghindari munculnya preseden buruk dan menghindari kemunduran atas demokrasi serta nilai-nilai etika dan moral yang dapat merugikan bangsa Indonesia,” tambah dia lagi. (Rd)