
Nganjuk-JATIMTERKINI.COM: Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk masih melakukan penyelidikan atas dugaan penyelewengan Dana Desa sekitar Rp444 juta di Desa Dadapan, Kecamatan Ngronggot. Namun demikian, Bendahara Desa mengaku jika uang tersebut sudah diminta dan berada di tangan Kades (Kepala Desa) sebelum kejaksaan melakukan pemeriksaan.
Hal itu ditegaskan Bendahara Desa, Agung Wahyudi, kepada awak media ketika dikonfirmasi by phone whatsapp, Sabtu (28/6/2025). Menurutnya, dugaan penyelewengan Dana Desa yang menjadi temuan Kejari Nganjuk sebesar Rp 444.861.549 itu tidak menjadi tanggungjawabnya.
Karena uang sebesar itu yang masuk ke rekening Bendahara Desa, kata Agung, atas permintaan dan perintah dari Kades. Bahkan, uang itu sudah diminta kembali dan berada ditangan Kades jauh hari sebelum kejaksaan melakukan pemeriksaan.
“Yang meminta dan memerintahkan uang itu (Dana Desa) masuk ke Rekening Bendahara Desa itu ya Pak Kepala Desa. Kami ini hanya perangkat desa, yang berwenang semua ya Kepala Desa,” ujar Agung, yang juga menjabat sebagai Bayan Desa Dadapan ini.
Dikatakan Agung, bahwa semua persoalan Dana Desa sudah ia sampaikan secara detail saat ia diperiksa sebagai saksi di Kejari Nganjuk. “Sudah saya sampaikan semua kepada Kejaksaan,” tandasnya.
Agung memaparkan, bahwa temuan dugaan penyelewengan sebesar Rp444.861.549 itu sebenarnya uangnya berada ditangan Kades. Kades Yuliantono meminta dari Bendahara Desa secara bertahap.
Pertama, lanjut Agung, Kades meminta uang tunai dengan total sebesar Rp205.075.000. “Uang itu diminta secara tunai. Dan itu ada buktinya. Sudah saya sampaikan ke kejaksaan beserta buktinya,” jelasnya.
Setelah diminta secara tunai sebesar itu oleh Kades Yuliantono, kata Agung lagi, uang yang tersisa di Bendahara sekitar Rp298.808.000. “Kemudian saya disuruh mengembalikan ke Kas Desa pada Desember 2024 sebesar Rp181.000.000. Sehingga tersisa Rp117.808.000,” ungkap Agung.
Dari sisa Rp117.808.000 itu, Agung mengaku kembali dipaksa untuk mentransfer uang tersebut ke rekening pribadi Kades. Namun, uang itu ditambah lagi dengan sisa anggaran 2025 masing-masing senilai Rp68.000.000 dan Rp12.000.000. Sehingga pada 21 Mei 2025, Agung mentransfer ke rekening Kades dengan total Rp197.000.000. “Wis ndang di transfer, aku sing tanggungjawab semua,” kata Agung menirukan perkataan Kades Yuliantono saat itu.
Agung menyatakan, bahwa semua persoalan Dana Desa yang kini jadi polemik itu sudah disampaikan semua ke Kejaksaan, termasuk bukti-bukti yang ada. “Jadi kalau ada tuduhan saya bermain dan mengambil uang Dana Desa itu tidak benar. Saya ini hanya perangkat desa, yang bekerja atas perintah dari Kepala Desa. Dan masalah ini sudah saya sampaikan semua ke kejaksaan, termasuk bukti-bukti yang ada,” urainya.
Sementara, Praktisi Hukum Aris Eko Prasetyo SH., MH., mengatakan bahwa Kepala Desa harus melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi serta nepotisme, dalam pengelolaan keuangan desa. Hal itu sesuai dengan Pasal 26 Ayat (4) UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa.

Dalam Permendagri No.20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa juga menyebutkan bahwa Kepala Desa bertanggung jawab penuh atas pengelolaan keuangan desa. “Kepala Desa itu pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggung jawab atas seluruh pengelolaan Dana Desa, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan dan pertanggungjawaban,” tegas Aris.
Praktisi hukum asal Nganjuk ini juga memaparkan peran dan fungsi Kepala Desa dalam penggunaan Dana Desa. Ia menyatakan, bahwa Kepala Desa bertanggung jawab penuh atas keseluruhan siklus pengelolaan Dana Desa, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan hingga pertanggungjawaban. Karena, Kepala Desa merupakan pengambil keputusan tertinggi dalam Pemerintahan Desa, termasuk memutuskan prioritas penggunaan Dana Desa berdasarkan hasil musyawarah desa. “Kepala Desa juga penanggungjawab pembangunan desa, temasuk mengarahkan Dana Desa untuk pembangunan infrastruktur, pelayanan dasar dan pemberdayaan masyarakat,” ujar Aris lagi.
Selanjutnya, tambah Aris, fungsi Kepala Desa dalam penggunaan Dana Desa diantaranya, menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa dan APBDes berdasarkan Musyawarah Desa (Musdes), menggerakkan kegiatan dan program yang didanai Dana Desa, memastikan penggunaan dana sesuai perencanaan dan aturan, menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penggunaan Dana Desa kepada BPD, masyarakat dan instansi terkait mulai dari Camat, Inspektorat atau lainnya, dan memastikan Dana Desa digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat dan tidak menimbulkan ketimpangan sosial.

Sehingga, tambah Aris, jika terjadi penyalahgunaan kewenangan terhadap Dana Desa harus dibuktikan melalui proses hukum. Yaitu, dengan data, dokumen dan alat bukti yang sah, serta menunjukkan adanya niat jahat dan kerugian keuangan negara.
Namun, pertanggungjawaban pidana jika terjadi penyalahgunaan kewenangan atas Dana Desa tidak bisa dilepaskan dari aspek hukum administrasi negara yang terbagi dalam tiga jenis kewenangan. Yakni, kewenangan atribusi, delegasi dan mandat.
“Kewenangan atribusi adalah kewenangan yang langsung diberikan oleh Undang-undang kepada pejabat/lembaga tertentu. Sehingga dalam terjadi penyalahgunaan kewenangan, pertanggujawaban pidananya ada pada pejabat yang bersangkutan seacara langsung selaku pemegang kewenangan. Berbeda dengan kewenangan Delegasi. Yaitu kewenangan yang dilimpahkan dari pejabat atasan kepada bawahan, karena atasan tidak melaksanakannya secara langsung. Pelimpahan kewenangan delegasi ini harus diatur oleh instrument peraturan, seperti PP, Perpres, Perda atau peraturan lainnya, sehingga dalam terjadi penyalahgunaan kewenangan, pertanggujawaban pidananya ada pada penerima delagasi,” urai Aris.
Sedangkan kewenangan mandat, menurut Aris, adalah kewenangan yang diberikan oleh pejabat kepada bawahannya untuk melaksanakan tugas atas nama pemberi mandat. Pelimpahan mandat ini tanpa melalui suatu instrument peraturan perundangan-undangan sebagaimana dalam pelimpahan kewenangan delegasi. Jika terjadi penyalahgunaan kewenangan, pertanggujawaban pidananya tetap berada pada pemberi mandat.
“Terhadap permasalahan penggunaan dana Desa di Dadapan tentu saya pribadi berharap terdapat transparansi dalam penyelesaiannya. Tidak boleh ada pencarian ‘kambing hitam’ untuk dikorbankan, karena senyatanya jelas siapa penanggungjawab tertinggi dalam penggunaan Dana Desa. Dan perangkat desa hanya penerima mandat,” pungkasnya.
Diketahui sebelumnya, Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Nganjuk, Koko Roby Yahya kepada awak media mengatakan, bahwa berdasar hasil pengumpulan keterangan dan data ditemukan dugaan penyalahgunaan Dana Desa Dadapan sekitar Rp 400 juta. Dan kini kejaksaan mulai melakukan penyelidikan dengan memeriksa sejumlah saksi. Diantaranya, perangkat desa, pelaksana kegiatan, bendahara, sekretaris, Kepala Desa Dadapan, dan dua orang dari Dinas PMD (Pemberdayaan Masyarakat dan Desa) sebagai leading sektor pemberdayaan desa. (Rud)