JatimTerkini.com
Headline JTHukrimJakartaTerkini

Bamsoet: Hukum harus adaptif dengan dinamika zaman

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet). Foto: dok MPR RI

JATIMTERKINI.COM: Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, sekaligus dosen pendukung Universitas Pertahanan RI (UNHAN) menuturkan konsepsi negara hukum sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi meniscayakan adanya penghormatan terhadap pengakuan normatif dan empiris atas prinsip-prinsip negara hukum. Antara lain supremasi hukum (supremacy of law), persamaan kedudukan di hadapan hukum (equality before the law), serta asas legalitas yaitu penegakan dan penerapan hukum, yang tidak bertentangan dengan hukum itu sendiri (due process of law).

“Nyatanya merealisasikan gagasan-gagasan ideal tentang implementasi dan perwujudan negara hukum, ternyata tidak menyerupai yang kita bayangkan. Pentingnya kesadaran bahwa hukum tidak bekerja dalam ruang hampa.Tetapi dipengaruhi oleh beragam dinamika, baik kehidupan sosial, situasi politik, kondisi ekonomi, bahkan transformasi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,” ujar Bamsoet saat menjadi pembicara Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali secara virtual dari Jakarta.

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, hukum harus adaptif terhadap dinamika zaman dan laju peradaban. Karena bagaimana suatu norma hukum diinterpretasikan dan diterapkan pada hari ini, bisa jadi akan dimaknai berbeda pada 10 atau 20 tahun ke depan. Norma hukum yang dianggap ideal pada hari ini, bisa jadi dipandang memiliki banyak celah di masa depan, sehingga harus disesuaikan, direvisi, atau bahkan diganti.

“Proses pembaharuan hukum dapat dibentuk melalui lahirnya aturan-aturan baru, penerapan yurisprudensi atau penyesuaian terhadap dinamika zaman. Tentu saja, langkah-langkah ini pada akhirnya bermuara pada upaya untuk memberikan kepastian hukum dan mencegah terjadinya kevakuman hukum, serta memperlancar proses hukum yang masih terkendala oleh berbagai tantangan dan hambatan,” kata Bamsoet.

Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini mencontohkan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 meskipun telah melakukan empat tahap perubahan terhadap UUD di era Reformasi, ternyata masih menyisakan persoalan-persoalan yang belum ada rujukan konstitusionalnya. Persoalan-persoalan itu antara lain, bagaimanakah langkah konstitusional yang dapat dilakukan seandainya dalam keadaan tertentu muncul keadaan yang luar biasa dan berpotensi mengancam keutuhan bangsa dan negara. Sementara itu, UUD belum memberikan rumusan yang jelas untuk mengatasi keadaan itu.

Misalnya menjelang Pemilihan Umum terjadi sesuatu yang di luar dugaan, seperti bencana alam yang dahsyat, atau pandemi yang tidak segera dapat diatasi, atau krisis keuangan yang berkelanjutan dan melumpuhkan perekonomian. Lembaga umum yang berwenang mengatur pelaksanaan pemilihan dan bagaimana pengaturan konstitusionalnya jika pemilihan umum tertunda. Sedangkan masa jabatan Presiden, Wakil Presiden, para anggota MPR, DPR, dan DPD, serta para menteri anggota kabinet telah habis masa jabatannya.

Idealnya, UUD 1945 harus dapat memberikan jalan keluar secara konstitusional untuk mengatasi berbagai persoalan dan kebuntuan ketatanegaraan.

“Sesuai amanat ketentuan pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar, maka MPR dapat diatribusikan dengan kewenangan subyektif superlatif dan kewajiban hukum untuk mengambil keputusan atau penetapan-penetapan yang bersifat pengaturan guna mengatasi dampak dari suatu keadaan kahar fiskal maupun kahar politik yang tidak dapat diantisipasi dan tidak dapat dikendalikan secara wajar,” pungkas Bamsoet. (Rudi)