
Surabaya-JATIMTERKINI.COM: Perjuangan Nenek Soeskah Eny Marwati alias Fransiska Eny Marwati dalam menjalani proses hukum tidak sia-sia. Ia akhirnya berhasil menghirup udara bebas dan mendapatkan keadilan, setelah Majelis Hakim menjatuhkan vonis menolak seluruh tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat diterima. “Mengadili dan memutuskan bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat diterima,” tegas Ketua Majelis Hakim, Purnomo Hadiyarto SH., saat membacakan putusan di Ruang Sari 2 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (12/11/2025).
Dengan adanya putusan tersebut, Kuasa Hukum Nenek Soeskah, Boyamin Saiman SH., menyatakan bahwa dirinya mengapresiasi atas putusan tersebut. Apalagi sejak awal ia sempat meminta hakim untuk menghentikan proses persidangan lantaran kasus dinilai sudah daluwarsa.
“Tapi apapun ya kita hormati. Tapi saya mengharapkan, bahkan meminta agar Jaksa tidak perlu Banding atau Kasasi. Udah jelas daluwarsa, mau pakai teori apa lagi, daluwarsanya sejak diterima laporan Jaksa gitu? Apa ada laporan lain sejak 2009 sehingga itu tidak dianggap Jaksa? Itu namanya buat teori sendiri,” jelas Boyamin.
Namun, kata Boyamin, jika Jaksa melakukan upaya Banding maka dirinya juga akan melakukan upaya hukum lagi. Yaitu, gugatan praperadilan ganti rugi atas penahanan Nenek Soeskah. “Ini diputus bebas, jadi saya berhak mengajukan gugatan ganti rugi,” tandasnya.
Boyamin mengaku, jika dirinya membela seseorang, posisi hukumnya harus kuat terlebih dahulu. “Ini menambah rekor saya membela Pidana, karena saya jarang membela perkara Pidana. Kemarin di Jakarta membebaskan orang yang didakwa melakukan penggelapan dalam perusahaan. Jadi, hari ini menang dengan Kejaksaan Tinggi Jatim, kemarin menang dengan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Mudah-mudahan ini jadi pembelajaran kita semua, termasuk Jaksa jangan ceroboh, tidak baca berkas, apalagi (tidak) baca BAP (berita acara pemeriksaan),” terangnya.
Sedangkan, Aris Eko Prasetyo SH., MH., mengatakan bahwa pihaknya sejak awal meyakini jika kasus dugaan pemalsuan surat tersebut dipaksakan. Karena kasus itu dinilai sudah daluwarsa yang di sidangkan pada 2025.
“Intinya kita sudah mengapresiasi putusan ini. Sejak awal kita yakin ini perkara sudah daluwarsa tapi dipaksakan untuk disidangkan. Dan ini menunjukan Majelis Hakim memberikan keputusan yang sesuai dengan fakta-fakta hukum yang terbukti dipersidangkan,” tambah Aris.
Aris memaparkan, kasus dugaan pemalsuan surat, sesuai dengan Pasal 263 KUHP, masa daluwarsanya 12 tahun. “Artinya ketika sudah diketahui 2009, ya sudah daluwarsa 12 tahun, dari 2009 ke tahun 2021. Kenapa di sidangkan tahun 2025?,” ungkap Aris.
Diketahui sebelumnya, JPU (Jaksa Penuntut Umum) Basuki Miryawan SH., menuntut Nenek Soeskah 6 bulan penjara. Dengan tuduhan melanggar Pasal 263 KUHP.
Nenek Soeskah dituduh menggunakan surat yang diduga palsu, yaitu Surat Keterangan Nomor: 181/7704/402.09.01.02. 04/99 dari Kelurahan Ngagel Rejo. Surat keterangan tersebut dilampirkan dalam Memori Kasasi pada tahun 1999. Dan penggunaan surat keterangan itu diduga juga sudah diketahui oleh pelapor Linggo Hadiprayitno. Hingga kini Majelis Hakim memutuskan bahwa tuntutan JPU tidak dapat diterima. (rud)

