jatimterkini.com, Surabaya – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur berhasil mengamankan satu tersangka wanita asal Lumajang inisial SR (43).
SR ditangkap setelah diduga kuat melakukan penipuan ratusan korban sesama Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Hongkong, Taiwan dan Indonesia, dengan bisnis trading palsu Alfa Forex Trading.
Adapun keuntungan yang didapat oleh SR terkait aksi tipu – tipunya ini mencapai Rp 3 miliar lebih.
Kapolda Jatim Irjen Pol Toni Harmanto menegaskan, bagi PMI yang tersebar di luar negeri diminta untuk lebih hati-hati bila ingin berinvestasi.
Sebab, pelaku penipuan berkedok investasi ini selalu berupaya dengan memanfaatkan kurangnya pengetahuan calon membernya.
“Semoga ini juga akan membuka informasi bagi para pekerja migran yang berada di luar negeri agar bisa menyimak kabar ini,” ujar Irjen Toni saat menggelar pers rilis di Polda Jatim,Selasa (30/5).
Sementara Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim, Kombes Pol Farman menjelaskan, praktik tipu gelap itu dilancarkan tersangka sejak 2018 lalu.
Modusnya, tersangka mengiming-imingi korbannya dengan keuntungan sebesar 15-20 persen per-minggu dari modal yang disetor, dan modal tersebut bisa ditarik kapan saja setelah 15 hari deposit.
“Korban yang sudah mendaftar ada sekitar 250an orang dengan kerugian total lebih kurang Rp 3,4 miliar,” kata Kombes Farman.
Kombes Farman menyebut, jumlah uang yang disetor para korban bervariatif ada yang Rp 500 ribu sampai 57 juta.
“Hasil interview dengan teman PMI yang afa di Hongkong, mereka yakin bahwa SR ini akan mengembalikan uangnya,”jelas Kombes Farman.
Untuk menggaet korbannya, lanjut tersangka SR mempromosikan trading palsu itu melalui Facebook serta WhatsApp untuk menawarkan kepada para member, baik yang dikenal maupun orang lain.
Tersangka tak bekerja sendiri, ia dibantu empat agen yang disebar di Hongkong, Taiwan, Jakarta dan Surabaya.
Setelah korban terbujuk rayuan para pelaku, para korban diminta transfer uang deposit dengan nominal bervariatif di rekening tersangka.
Sementara bila para agen mendapat korban, akan diberi upah sebesar 1,5 persen dari hasil transfer yang diterima tersangka.
Namun, setelah berjalan satu Minggu di mana korban harus profit dari dana yang didepositokan, proses pencairan mengalami kendala, bahkan beberapa korban mengaku tidak mendapat profit serta uang deposit tak bisa ditarik tanpa disertai alasan yang jelas.
Hasil penyelidikan kepolisian, tersangka melakukan trading dengan aplikasi Trade-W yang diketahui dari majikannya sewaktu berkerja di Hongkong pada 2014 lalu.
Selanjutnya, pada 2018 tersangka SR mulai membuka trading tersebut.
“Jadi penipuan trading atas nama Arfa Forex Trading, hal ini dibuat pelaku karena yang bersangkutan pernah bekerja pada majikannya yang memang pekerjaannya adalah trading dan pelaku ini mencoba meniru apa yang sudah dilakukan oleh majikannya dulu,” lanjutnya.
Pengakuan tersangka pada petugas, uang hasil penipuan itu digunakan untuk mengembalikan uang kepada beberapa member. Sedangkan, sisanya digunakan untuk keperluan sehari-hari.
“Kalau aset gak ada. Uang itu digunakan untuk mengembalikan uangnya beberapa member dan keperluan hidup sehari-hari,” tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Dirmanto mengimbau masyarakat khususnya para PMI untuk lebih berhati-hati sebelum melakukan investasi.
Masyarakat bisa melakukan pengecekan di website Bappebti untuk mengetahui legalitas perusahaan tersebut.
“Kami berharap pada masyarakat khususnya pekerja migran ini untuk waspada kalau mau investasi,” ujar Kombes Dirmanto.
Ia menegaskan usaha trading ini juga harus mengantongi ijin dari otoritas jasa keuangan dan badan pengawas perdagangan berjangka atau Bappebti.
“Apabila mau investasi trading, tolong di cek di website Bappebti. Di sana sudah jelas perusahaan mana yang betul mengantongi ijin,” pungkas Kombes Dirmanto.
Dari tangan tersangka, polisi menyita 6 bendel formulir pendaftaran, buku rekening berikut kartu ATM atas nama Setiyo Rini, buku catatan dan ponsel. Atas perbuatannya, dia dijerat Pasal 45A ayat (1) UU nomor 19 tahun 2016 dan atau Pasal 378 KUHP dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara. (*)