JATIMTERKINI.COM: Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD, menilai ada kejanggalan atas sikap kejaksaan yang hingga kini tak kunjung mengajukan kasasi atas putusan bebas Gregorius Ronald Tannur.
Apalagi, dalam pernyataannya Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur, Mia Amiati, menyebut pihaknya tidak bisa mengajukan kasasi lantaran belum menerima salinan putusan dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
“Saya membaca (pemberitaan), kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyatakan belum bisa kasasi karena belum mendapat turunan vonisnya. Alasannya begitu,” ujar Mahfud MD kepada awak media di UGM, Sleman, DIY.
Padahal, kata Mahfud, salinan putusan atas vonis tersebut seharusnya bisa langsung diminta ke pihak PN Surabaya. Bahkan, salinan putusan asli juga sudah diunggah ke laman Direktori Putusan Mahkamah Agung (MA).
“Putusan sekian itu sudah lengkap. Masa kejaksaan enggak punya, atau kalau mau nyiapkan tuntutan cetak itu saja dulu lalu susun berdasarkan itu nanti sambil nunggu aslinya dalam waktu 14 hari ke depan. Tapi saya kira itu sangat teknis kalau soal belum menerima salinan putusan itu,” jelas Mahfud.
Selain itu, lanjut Mahfud, pertimbangan majelis hakim PN Surabaya dalam persidangan kasus Gregorius Ronald Tannur tak bisa diterima akal sehat publik (public common sense) .
Mahfud menilai, pertimbangan majelis hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur dalam perkara dugaan penganiayaan yang mengakibatkan kematian sangat bertentangan dengan logika publik.
“Ya, itu harus diperiksa karena dari public common sense, dari logika publik itu (pertimbangan majelis hakim) tidak masuk akal ya. Orang sudah terbukti meninggal dan ada hubungan dengan penyiksaan menurut para kesaksian, dan menurut dakwaan jaksa kok tiba-tiba bebas,” papar Mahfud.
Dikatakan mantan Menko Polhukam ini, pertimbangan majelis hakim yang tidak masuk akal seperti menganggap kematian korban tak ada kaitan langsung dengan penganiayaan yang diduga dilakukan oleh Ronald.
“Kemudian (pertimbangan) meskipun itu meninggal tetapi terdakwa masih berusaha membawa ke rumah sakit dan sebagainya. Nah, itu semua ndak masuk akal. Kalau begitu nanti setiap perbuatan seperti itu bisa saja dinyatakan tidak bersalah secara sadar meyakinkan,” ungkapnya.
Namun demikian, tambah Mahfud lagi, masih ada tiga pintu yang bisa ditempuh untuk memperjuangkan keadilan bagi korban dan keluarganya.
Yakni, jalur kasasi oleh kejaksaan, pemeriksaan Badan Pengawas (Bawas) Hakim di Mahkamah Agung (MA) dan penyelidikan Komisi Yudisial (KY).
“Saya berharap kejaksaan melakukan kasasi tentang ini. Karena itu, kita serahkan kepada hakim tapi selama ini, sampai saat ini terasa itu melanggar atau menodai rasa keadilan. Tetapi tentu biar Mahkamah Agung yang menilai,” pungkas dia.
Diketahui sebelumnya, majelis hakim PN Surabaya menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur, terdakwa kasus dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian seseorang.
Menurut hakim, kematian Dini disebabkan oleh penyakit lain akibat meminum minuman beralkohol, bukan karena luka dalam atas dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh Ronald Tannur.
Perkara nomor: 454/Pid.B/2024/PN Sby dengan klasifikasi kejahatan terhadap nyawa ini diadili oleh ketua majelis hakim Erintuah Damanik dengan hakim anggota Mangapul dan Heru Hanindyo. Putusan dibacakan pada Rabu (24/7/2024) dalam persidangan yang terbuka untuk umum. (Rud)