JatimTerkini.com
ArtikelOpiniPemiluPilkadaSurabayaTerkini

Pilkada 2024 Mainkan Dagelan Tak Substantif, Dangkal Gagasan Figur Pemimpin

Oleh Nanang Fachrurozi, SIP – Wartawan Berita Metro

Oleh Nanang Fachrurozi, SIP – Wartawan Berita Metro

Melalui Peraturan KPU (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak ini akan dilaksanakan, Rabu, 27 November 2024 mendatang.

27 November 2024 merupakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif setempat yang telah memenuhi persyaratan salah satunya Kota Surabaya yang bakal menggelar Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota.

Melalui tahapan Pilkada, diharapkan demokrasi lokal akan terus berjalan dan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menentukan nasib daerahnya sendiri.

Pemilihan kepala daerah merupakan salah satu bentuk implementasi langsung dari demokrasi, di mana kekuasaan diberikan kepada rakyat untuk memilih pemimpin yang dianggap layak.

Oleh karena itu, partisipasi yang cerdas dan bertanggung jawab dalam Pilkada 2024 akan berdampak langsung pada pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat di masa mendatang.

Pasangan calon petahana, Eri Cahyadi dan Armuji dikabarkan bakal maju kembali mencalonkan untuk periode mendatang yang dirumorkan dibackup Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan beberapa partai politik (parpol) lain.

‘Dikabarkan dan dirumorkan’ karena belum memasuki tahapan pendaftaran dan belum ditetapkan oleh KPU sebagai pasangan calon. Penetapan pasangan calon rencananya jika sesuai tahapan baru akan ditetapkan pada 22 September 2024.

Sampai saat ini, diluar Calon Petahana, sejumlah pihak menilai Pilkada Surabaya masih dangkal gagasan pilihan seorang figur pemimpin dan Narasi Pilkada Surabaya yang dibangun tak substantif, minim isi.

Sejumlah pihak menjelaskan, narasi Pilkada Surabaya berkutat pada perang diksi picisan ‘dagelan politik’ seolah sebuah group sirkus yang berakrobat, bermain sebisanya untuk memaksa agar pertunjukannya ramai ditonton.

Pertunjukan ini pada akhirnya hanya membuat bising dan memekakkan ruang opini publik, menganggu kualitas demokrasi substansial akibat dagelan politik murahan yang tak mutu.

Dagelan politik semacam ini membuat publik tidak akan mendapatkan informasi yang cukup tentang kandidat sehingga pada akhirnya alasan mereka menentukan pilihan hanya berdasarkan sentimen suka atau tidak suka, bukan berbasis visi dan gagasan yang jelas. Sementara pada saat yang sama kebisingan tersebut tidak memberi dampak apapun terhadap masyarakat.

Seharusnya  diksi Pilkada ini yang bisa meneduhkan adalah dengan adu gagasan visi misi yang lebih substantif, bukan sekedar dicekoki dagelan politik dangkal minim isi seolah-olah kita sudah tak ada pilihan lain untuk memilih figur pemimpin.