JatimTerkini.com
ArtikelHeadline JTJatimSurabayaTerkini

Mbah Kalap asal Wonokromo namanya kerap disebut tatkala ada orang tenggelam di sungai

Mbah Kalap ketika menolong warga yang tenggelam di sungai. Foto: dok Perpusnas
Mbah Kalap ketika menolong warga yang tenggelam di sungai. Foto: dok Perpusnas

JATIMTERKINI.COM: Orang yang mati tenggelam kerapkali disebut dengan Kalap. Padahal, Kalap merupakan nama seseorang. Ternyata seperti ini kisah hingga disebut Kalap.

Mbah Kalap atau Mbah Pesek merupakan sosok yang mempunyai kelebihan menyelam dibawah permukaan air dengan waktu cukup lama di Kali Jagir dan Kalimas Ngagel. Dia menyelam tanpa menggunakan alat bantu pernafasan. Itu bersumber dari tutur (folklore) maupun catatan jurnalistik lokal. Namun kurang begitu detail bagaimana dan seperti apa figur sang penyelamat gaya bebas tersebut. Seperti dokumentasi foto maupun latar belakangnya seolah misteri.

Kisah itu sedikit terungkap dari sebuah catatan Perpusnas RI yang diambil dari artikel surat kabar “Suara Karya” tanggal 13 Februari 1975 halaman 8 kolom 5-8. Dalam surat kabar tersebut Mbah Kalap merupakan sosok penolong orang-orang yang hanyut di Kali Brantas. Nama aslinya adalah S Kahar Supardi. Dia tinggal bersama isterinya Ni Sumarni di Bratang Tanggul dekat Tangkis “air minum” Jagir Wonokromo.

Mbah Kalap atau Mbah Pesek bersama istrinya Ni Sumarni. Foto: dok

Nama Mbah Kalap diberikan masyarakat sekitar sebagai penghormatan. Dalam bahasa Jawa Suroboyoan ‘Kalap’ bisa diartikan menghilang misterius atau julukan terhadap Jin penunggu perairan).

Pekerjaan sehari-harinya ialah menjadi pembantu di Polsek Wonokromo. Dia beberapa kali menerima penghargaan atas jasanya membantu masyarakat yang keluarganya tenggelam atau anak-anak yang hampir tenggelam di Kali Brantas Wonokromo.

Salah satunya penghargaan dari Dan Tabes Kepolisian Surabaya di tahun 1975. Untuk mengambil mayat yang tenggelam di Kali Brantas, Mbah Kalap perlu disediakan kemenyan, kembang, merang, serta tikar dan bantal yang biasa dipakai oleh korban yang tenggelam. Pada saat artikel berita ini dimuat dalam surat kabar Suara Karya edisi 13 Februari 1975, usianya telah menginjak 44 tahun. (Rd)