
Surabaya-JATIMTERKINI.COM: Diduga menjadi korban mafia tanah, puluhan warga Ngajum, Kecamatan Balesari, Kabupaten Malang, akhirnya mendatangi Polda Jatim, Rabu (24/9/2025). Dengan didampingi kuasa hukumnya, Masbuhin, puluhan warga tersebut melaporkan sertifikat hak milik (SHM) mereka yang diduga digandakan oleh mafia tanah.
Laporan tersebut teregister dengan Nomor: LP/B/1197/VIII/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR. Dalam keterangannya pada awak media, advokat senior Masbuhin mengatakan, bahwa praktek-praktek mafia tanah menjadi ancaman serius yang merugikan masyarakat, pemerintah, bahkan negara. Pasalnya, praktek mafia tanah tidak hanya berdampak pada kepemilikan tanah secara perorangan, tetapi juga menggangu stabilitas hukum, ekonomi dan sosial.
Hal itu seperti yang dialami puluhan Warga Ngajum, Kecamatan Balesari, Kabupaten Malang. Menurut Masbuhin, tanah perkebunan tebu yang dikuasai warga Ngajum ini sudah mengantongi kepemilikan sah berupa SHM (sertifikat hak milik) dari BPN Kabupaten Malang sejak 1994. Bahkan, mereka menguasai tanah tersebut sejak 30 tahun lalu, termasuk membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).
Namun, pada 2024 BPN Kabupaten Malang mendadak menerbitkan SHM atas nama orang lain. Merasa tanah berupa perkebunan tebu milik mereka terancam oleh pihak-pihak yang diduga sebagai mafia tanah, puluhan warga bersama kuasa hukumnya dari Masbuhin and Partners melaporkan kasus tersebut ke Polda Jatim.
Dikatakan Masbuhin, bahwa Firma Hukumnya telah ditunjuk oleh puluhan warga Malang pemilik kebun tebu untuk membongkar kasus yang diduga melibatkan mafia tanah. Bahkan, kata Masbuhin, team-nya juga sudah diturunkan ke lapangan pada Jumat 19 September 2025 dalam rangka identifikasi, check and re-check kebenaran atas keterangan warga tersebut.
Advokat senior ini mengatakan, memang terdapat puluhan hektar tanah perkebunan tebu milik para warga yang sudah mempunyai SHM, namun pada 2024 telah terbit sertifikat ganda.
“Untuk sementara yang melapor ke kantor kami baru kurang lebih 20-an orang warga. Dengan luas tanah total kira-kira 15 hektar, dan kami menduga masih ada sekitar 30-an warga lagi yang belum melapor jadi korban mafia tanah ini,” jelas Masbuhin.
Modus mafia tanah tersebut, lanjut Masbuhin, dengan mempergunakan cara-cara merebut atau mengklaim tanah milik warga secara ilegal, yaitu diduga dengan memalsukan dokumen untuk proses sertifikasi melalui program PTSL. Untuk memuluskan aksinya, para mafia tanah ini bekerja sama dengan pejabat terkait. Sehingga kemudian muncul SHM ganda.
Ia mencontohkan, warga yang bernama Tarimin, yang sudah menguasai dan memiliki lahan perkebunan sejak 1993, dengan Sertifikat Hak Milik No. 603, dengan luas 4.630 m2, tiba-tiba diatas tanah perkebunan miliknya terbit Sertifikat SHM baru dari BPN Kabupaten Malang pada tanggal 31 Juli 2024 dengan nomor: 01049 atas nama MSE, dengan mengabungkan luas tanah milik tiga warga, termasuk tanah milik Tarimin.
Selain itu, tanah SHM bernomor: 173 atas nama Soekari Poerwanto, yang telah dijual sejak tahun 2013 kepada Sri Rahayu dengan Akta Jual Beli dihadapan PPAT setempat, No.134/2013, tiba tiba diatas tanah tersebut pada tahun 2024 diterbitkan Sertifikat SHM baru dengan No: 02148 atas nama MDZ, yang diterbitkan oleh BPN Kabupaten Malang.
“Dan masih banyak lagi modus-modus kejahatan serupa dan memiliki pola yang sama. Atas dasar itulah para warga Malang ini kami dampingi dalam proses laporan pidana di unit SPKT Polda Jatim. Sehingga langsung dimulai pemeriksaan saksi-saksi secara cepat dan profesional oleh para penyidik Polda Jatim. Harapan kami, penyidik Ditreskrimum Polda Jatim segera dapat membongkar kasus mafia tanah yang meresahkan warga ini. Juga segera menyeret pihak-pihak yang menjadi Dader (pelaku utama), Doen Pleger (penyuruh), Medepleger (turut melakukan) dan Medeplichtige (pembantu), termasuk sponsorship (pendana alias bandarnya),” tambahnya. (rud)