JatimTerkini.com
Headline JTHukrimSurabayaTerkini

Kembali Diseret ke Meja Hijau, 2 Bos PT GTI Didakwa Lakukan Tipu Gelap Rp 171 M

Greddy Harnando dan Indah Catur Agustin, kedua bos PT GTI saat dengarkan dakwaan jaksa. Foto: ist

JATIMTERKINI.COM: Dua bos PT GTI (Garda Tematek Indonesia), Greddy Harnando dan Indah Catur Agustin, kembali diseret ke meja hijau Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Kali ini, mereka didakwa telah melakukan dugaan penipuan dan penggelapan terhadap pengusaha Surabaya sebesar Rp 171,75 miliar.

Dalam surat dakwah yang dibacakan Jaksa Penuntut Unum (JPU) Agus Budiarto,
Greddy yang merupakan komisaris PT GTI bersama Direktur PT GTI, Indah Catur Agustin, didakwa telah melakukan penipuan dan penggelapan terhadap investor PT Kurniajaya Multisentosa, yakni Lisawati Soegiharto. Bahkan, dari kasus-kasus sebelumnya, nilai yang ‘dikemplang’ kali ini lebih besar yakni Rp 171,75 miliar.

Kasus itu berawal ketika saksi korban Lisawati dikenalkan kepada terdakwa Greddy Harnando oleh pegawai Bank HCBC Irwan (meninggal dunia) pada 2020 lalu.

Saat itu, Irwan menyampaikan bahwa temannya pemilik usaha PT GTI membutuhkan investor, dengan sistem bagi hasil 1 persen di bulan pertama dan 1 persen ditambah 3 persen di bulan ke dua beserta pengembalian dana pokoknya.

Bahkan, terdakwa Greddy bersama Irwan sempat menemui Lisawati di kantornya Jalan Ngagel Jaya Selatan Komplek RMI Blok E/29, Surabaya. Dalam pertemuan itu, Terdakwa Greddy mengatakan jika perusahaan dia membutuhkan dana dari investor seraya menunjukan Purcashe Order (PO) King Koil.

Selanjutnya, pada Mei 2020 Greedy dan Irwan memperkenalkan korban ke Indah Catur Agustin selaku Direktur PT GTI.

Dengan berbagai bujuk rayu Greddy, Lisawati akhirnya mau menginvestasikan uangnya ke PT GTI secara bertahap dari April 2020 sampai Januari 2022 total sebesar Rp 220,3 miliar. Dan, setiap transaksi modal ke PT GTI dibuatkan perjanjian kerja sama yang ditanda tangani oleh Indah selalu Direktur.

Namun, dalam beberapa bulan berikutnya gelagat dia bos PT GTI mulai terlihat. Mereka selalu berbelit ketika Lisawati meminta uang modal dikembalikan.

Untuk meyakinkan Lisawati, para terdakwa ini mengirimkan invoice yang dikeluarkan oleh PT GTI kepada PT Duta Abadi Primantara seolah-olah ada penagihan pembayaran.

Padahal, PT GTI tidak pernah ada kerja sama dengan PT Duta Abadi Primantara maupun bekerja sama dengan PT Bumi Nusa Indah Kaya.

“Sebenarnya tidak ada kerjasama,” tegas Budiarto saat sidang di Ruang Sari 3 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Akibat perbuatan dugaan penipuan dan penggelapan oleh kedua bos PT GTI ini, Lisawati mengalami kerugian sekitar Rp 171.750.000.000. Sementara, dari total nilai investasi yang dilakukan korban hanya diberikan dana bagi hasil sebesar Rp 52.962.750.000 saja.

“Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau dakwaan kedua perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” jelas JPU Budiarto.

Kuasa hukum korban Lisawati Soegiharto, Dr Martin Suryana SH MHum. Foto: ist

Sebelumnya, kuasa hukum Lisawati Soegiharto, Dr Martin Suryana SH MHum menyatakan, bahwa kedua bos PT GTI tersebut dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim pada 1 Februari 2024 lalu. Dengan tuduhan, keduanya diduga melakukan tindak pidana penipuan, penggelapan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kemudian terbit Laporan Polisi (LP) LP/B/73/II/2024/SPKT/POLDA JAWA TIMUR.

Kedua bos PT GTI didakwa melakukan dugaan penipuan dan penggelapan. Foto: ist

“Jadi pelaku bisa dijerat pasal berlapis, yaitu penipuan, penggelapan dan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang). Namun untuk perkara TPPU berkas perkaranya dipisah. Dan, nilai kerugian klien kami yang paling besar,” tambah Martin. (Rud)