Sidoarjo-JATIMTERKINI.COM: Kepala Desa (Kades) Damarsi, Miftahul Anwaruddin SH, terlihat mangkir dari sidang sengketa informasi publik di Komisi Informasi Propinsi (KIP) Jawa Timur, Jalan Bandilan 2-4 Waru, Sidoarjo, Kamis (21/11/2024). Padahal, kehadiran Kades sangat diharapkan oleh pemohon H Slamet dan Hj Darmini.
Ketua Majelis Komisioner KIP mengatakan, bahwa Kades Miftahul tidak bisa memenuhi panggilan sidang dengan dalih ada kegiatan monitoring. Dan, Majelis Komisioner memastikan akan kembali memanggil Kades Damarsi pada sidang berikutnya.
Meski tak dihadiri oleh Kades Miftahul, sidang tetap dilanjutkan dengan agenda mendengarkan keterangan dari pemohon terkait sengketa informasi atas kasus ‘menyusutnya’ tanah gogol tetap milik H Slamet. Di depan majelis, Slamet memaparkan riwayat awal pembelian tanah gogol tetap di Desa Damarsi, yang kini luasnya ‘menyusut’ sekitar 3000 M² tersebut.
Menurut Slamet, dia membeli tanah gogol tetap dengan luas sekitar 17.400 M² tersebut secara sah dari 13 orang pada tahun 1990. Pembelian tanah tersebut terjadi dalam tiga tahap. Transaksi jual beli pertama bersama 6 orang dengan dirinya sendiri, kemudian transaksi kedua dengan satu orang penjual kepada istrinya, yaitu Hj Darmini. Namun, kedua transaksi tersebut secara sah dilakukan dengan IJB (Ikatan Jual Beli) menggunakan kertas segel. Di tahun yang sama, Slamet kembali membeli tanah dari 6 orang lainnya. Namun transaksi tersebut sudah menggunakan AJB (Akta Jual Beli) di depan Notaris/PPAT. Meski demikian, transaksi jual beli atau peralihan tanah dari 13 orang pada waktu itu mengetahui Kades (Kepala Desa) Damarsi, yang saat itu dijabat oleh Syafaat Sulaiman.
Dikatakan Slamet, luasan tanah yang dibelinya itu semakin ‘menyusut’ hingga sekitar 3000 M² setelah pihak Pemerintah Desa (Pemdes) Damarsi memasang patok baru dan membuldozer di tengah-tengah tanah miliknya secara sepihak pada 17 Desember 2006.
Penyusutan luas tanah milik Slamet terbukti dengan ditolaknya proses pengajuan sertifikat melalui program PTSL. Pihak Desa menyebut, jika luas tanah milik Slamet yang tertera di IJB/AJB tidak sama dengan catatan/letter C desa. Tragisnya lagi, sejak itu pihak desa tak mau memberikan keterangan resmi apapun terkait masalah tersebut.
Bahkan, menurut Slamet, ‘hilangnya’ tanah sekitar 3000 M² itu dikabarkan telah berubah menjadi TKD (tanah kas desa), dan disewa-sewakan oleh pihak desa.
Sementara, usai sidang ajudikasi KIP, Kuasa Hukum Slamet, Abdul Syakur SH menyatakan, sebelum kasus tersebut bergulir ke KIP, pihaknya sudah beberapa kali meminta kejelasan, dengan mengirim surat ke PPID. Tetapi hingga sekarang pun tidak ada jawaban. “Bahkan kirim surat ke atasan PPID tapi tetap tidak ada jawaban. Sehingga kami mengikuti alur hukum yang diatur oleh negara. Mengajukan ke KIP untuk memohon dan mencari kejelasan atas hal klien kami,” ujar Syakur.
Hal yang sama juga dikatakan Muhammad Takim SH MH. Menurut dia, bahwa data-data tanah tentunya tercatat di letter C desa, sehingga akan diketahui jika ada pengurangan luas tanah milik kliennya. “Tanah klien kami seharusnya sekian ribu meter persegi, namun dikurangi oleh pemerintah desa. Nah, ini nanti kita buktikan pengurangan itu dadar hukumnya apa? Dan kini menjadi tanah kas desa,” terang Takim.
Takim berharap, melalui sidang ajudikasi KIP akan terbuka ‘kotak pandora’ yang selama ini ditutup-tutupi oleh Pemdes Damarsi. “Kami berharap Pemerintah Desa Damarsi sportif dan membuka apa yang menjadi hak milik klien kami,” tambahnya.
Sedangkan, DPD FPPI (Forum Pernawirawan Pejuang Indonesia) Jawa Timur, yang sejak awal mengawal kasus tersebut berharap agar hukum benar-benar ditegakan terhadap kasus ini. “Intinya kami membersamai rakyat, bukan membersamai pejabat yang rata-rata keparat. Dan harapan kami hukum benar-benar ditegakan. Karena ini negara hukum,” pungkas Kol (Purn) TNI AL Rochmad Suhaji. (Rud)