JATIMTERKINI.COM: Penolakan terhadap politik dinasti mulai ‘menggoyang’ Surabaya. Ratusan mahasiswa dan masyarakat Jawa Timur melakukan aksi penolakan politik dinasti di Kampus Unitomo (Universitas Dr Soetomo) Surabaya, Rabu (15/11/2023) sore.
Mereka resah munculnya politik dinasti yang ‘mengoyak’ demokrasi bangsa. Dengan meneriakan yel yel, ratusan massa itu membentangkan spanduk bernarasikan kritik terhadap pemerintah.
Diantaranya, bertuliskan keresahan mahasiswa yang menilai jika proses demokrasi di Indonesia telah terciderai.
“Spanduk-spanduk tidak ada yang mendiskreditkan salah satu Capres (Calon Presiden), itu benar-benar mengkritisi kegagalan hari ini. Apa yang menjadi tuntutan, menjadi keresahan hari ini. Itu yang dituangkan dan terpampang di sekeliling Unitomo,” tegas Ketua BEM Unitomo, Hendrik Rara Lunggih.
Dikatakan Hendrik, agenda bertajuk ‘Mimbar Bebas Mahasiswa bersama Rakyat Selamatkan Demokrasi’ itu juga murni gerakan atas kesadaran dari intelektual mahasiswa, dan tentunya bebas dari kepentingan partai.
“Kegiatan sebenarnya untuk menunjukkan bahwa dari Jawa Timur ini tidak diam-diam saja melihat persoalan bangsa dan negara ini lagi krisis hukum,” tandasnya.
Bahkan, dalam aksi itu hadir pula sejumlah tokoh, diantaranya Prof Soetanto Soepiadhy, Totenk MT hingga Iksan Skuter. Di area mimbar, disediakan pula papan penandatanganan petisi bagi masyarakat yang hadir, Edi Mardiono, salah seorang warga yang turut andil dalam penandatanganan petisi ‘Jawa Timur Menggugat’ itu mengaku jika keikutsertaannya ini sebagai bentuk dukungan terhadap penolakan politik dinasti dan penuntasan pelanggaran HAM.
“Kegiatan yang digelar ini tanpa membawa embel-embel partai politik manapun, hanya semata mata menolak politik dinasti dan menuntaskan pelanggaran HAM,” jelasnya.
Sedangkan, Sri Munah, Warga Demak, Surabaya mengungkapkan jika kedatangannya ke acara ini usai dirinya mendapatkan kabar dari keponakan yang kuliah di Unitomo. Ia pun hadir bersama sanak saudaranya. Sri Munah mengaku, hal itu lantaran dirinya sudah lama tidak melihat gejolak politik secara nyata.
“Di kampung belum ada acara begini, dan idenya sesuai hatiku. Kalau lihat TV gemes juga hatiku makanya pingin lihat suara orang lain yang memang menolak politik dinasti ini. Kalau lihat di TV dan tiktok itu gemes pol,” papar pensiunan perusahaan rokok ini.
Dia sengaja memakai baju batik rapi karena mengira acara akan diadakan di dalam ruangan. Namun, rupanya acara dilakukan di lapangan kampus. Sehingga dia harus duduk lesehan di paving bersama saudara-saudaranya.
“Kalau lihat TV itu rasanya gemes gitu, makanya pingin lihat secara langsung suara yang lain. Pas dikabari ponakan yang kuliah di sini (Unitomo),” tambahnya. (Rudi)