JatimTerkini.com
Headline JTHukrimJakartaJatimSidoarjoTerkini

Jamaah haji menggugat, dilaporkan dugaan pemerasan, Kemenag: sebelum gugat minta kompensasi Rp 200 juta

Kuasa hukum Kementerian Agama (Kemenag) RI, Taufik Hidayat SH MH. Foto: ist

JATIMTERKINI.COM: Hingga kini kasus Jamaah Haji 2023 kloter 17 asal Sidoarjo Jawa Timur terus berlanjut. Prayitno Slamet Hariono, yang mengaku dirugikan dan menggugat Kemenag (Kementerian Agama) RI, Kemenag Jatim dan Kemenag Sidoarjo mendapat perlawan hukum. Kemenag melalui kuasa hukumnya Taufik Hidayat SH MH melaporkan atau mengadukan Prayitno ke Polres Sidoarjo dengan dugaan pemerasan.

Bahkan, Prayitno yang selama ini mengaku sebagai korban dalam pelaksaan ibadah haji 2023 kloter 17 juga dibantah oleh Taufik. Pasalnya, menurut Taufik, dari total jamaah kloter 17 berjumlah sekitar 450 orang, hanya Prayitno saja yang mengaku dirugikan dan menggugat Kemenag.

“Jadi begini, awal mulanya Kemenag tidak ingin masalah ini ke ranah pidana. Kalau kita digugat perdata itu sih biasa,” jelas Wakil Ketua DPP IKADIN (Ikatan Advokat Indonesia) Bidang Pembelaan Profesi ini kepada JatimTerkini.com, Rabu (11/10/2023).

Direktur Anshor Mediation Center (AMC) ini memaparkan, bahwa apa yang dilakukan oleh Prayitno terhadap Kemenag adalah nyleneh, unik bahkan keterlaluan. Menurut Taufik, sebelum Prayitno mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, dia terlebih dahulu menghubungi Kemenag Sidoarjo. Termasuk diduga melakukan ancaman ke Kemenag Sidoarjo lewat WhatsApp ke Kepala Seksi Haji. “Jadi intinya bilang gini, saya tidak akan menggugat kalau diberi kompensasi Rp 200 juta,” jelas Taufik.

Kemudian, lanjut Taufik, Prayitno pun dipanggil oleh Kemenag untuk dilakukan pertemuan. Namun, kata Taufik, setelah pertemuan itu sikap Prayitno dianggap semakin menjadi-jadi, yaitu diduga melakukan teror dengan menanyakan kompensasi yang dia minta. “Dengan ancaman, kalau gak dikasih akan saya gugat, akan saya viralkan,” tandas Sekretaris LBH Anshor Jawa Tengah ini.

Lantaran tak dipenuhinya kompensasi itu oleh Kemenag, kata Taufik lagi, Prayitno akhirnya mengajukan gugatan perdata ke PN Sidoarjo. Dalam gugatan dengan nomor perkara: 250/Pdt.G/2023/PN.Sda, Prayitno menggugat Kemenag RI, Kemenag Jawa Timur dan Kemenag Sidoarjo dengan permintaan ganti rugi sebesar Rp 1,1 miliar.

Tak lama setelah gugatan itu diajukan Prayitno, jelas Taufik, pihaknya kemudian melaporkan atau mengadukan Prayitno ke Polres Sidoarjo dengan tuduhan dugaan pemerasan dengan pengancaman sesuai pasal 27 ayat 4 UU ITE.

“Jadi kalau dia bilang kita melaporkan dugaan pemerasan hanya berdasarkan media sosial, seperti youtube dan lainnya itu asumsi dia, dibalik faktanya. Padahal kita tidak menyinggung soal itu. Kita punya kok screenshot bukti WA (WhatsApp) nya,” papar Taufik.

Tidak hanya itu, Taufik juga menyinggung bahwa Prayitno diduga kerap melakukan hal yang sama terhadap sejumlah instansi/lembaga pemerintah. Namun, tambah Taufik, rata-rata berujung pada permintaan kompensasi sejumlah uang. “Jadi tidak murni. Kalau mengatakan sebagai kontrol itu hanya kamuflase saja. Padahal tujuannya itu (kompensasi uang), makanya sebelum menggugat dikasih tahu dahulu (yang akan digugat),” urai Taufik.

Diketahui sebelumnya, Prayitno mengaku dirugikan atas pelayanan haji 2023 oleh Kemenag. Jamaah haji yang berprofesi sebagai advokat ini melakukan gugatan perdata. Gugatan tersebut didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo dengan Nomor Perkara: 250/Pdt.G/2023/PN.

Dalam gugatan itu, Prayitno menuntut ganti rugi sebesar Rp1,1 miliar kepada Kemenag RI, Kemenag Jatim, dan Kemenag Sidoarjo.

“Kita telah melakukan gugatan ke Kemenag Kabupaten Sidoarjo, karena yang mengurusi administrasi sampai keberangkatan jemaah haji. Dua, Kemenag provinsi sebagai koordinator semua Kemenag Kabupaten, Kota dan Kementerian RI dalam hal ini Menteri Agama (Menag) yang bertanggung jawab atas jemaah haji Indonesia ketika berada di Arab Saudi, baik itu penginapan, makanan, keselamatan, transportasi,” kata Prayitno, dilansir tvonenews.com.

Prayitno mengaku, dirinya bersama jemaah haji kloter 16-17 tidak mendapatkan jatah makanan katering saat di Makkah. Padahal, seharusnya, para jemaah haji mendapatkan jatah makan tiga kali sehari. Kata dia, saat itu petugas katering haji sudah meninggalkan lokasi lantaran tengah mempersiapkan makanan di Arafah dan Mina.

“Saat manasik kami selalu dijelaskan dilarang bawa magic com, wajan, panci. Akhirnya begitu ada informasi enggak dapat makan tiga hari ya bingung kami. Setelah itu kami jemaah urunan beli magic com, wajan, panci, mi, beras, telur. Kalau habis urunan lagi,” kata dia.

Dikatakan Prayitno, ketika menuju Mina, mereka juga tidak mendapat makan pada pagi dan siang hari. Dua kloter itu hanya mendapat makanan saat malam harinya. “Mina itu cuacanya panas, akibatnya banyak jemaah yang pingsan karena dehidrasi, saya sendiri hampir pingsan karena kepanasan menunggu di tanah lapang tanpa air minum yang cukup dan dengan kondisi perut kosong karena tidak mendapatkan jatah sarapan,” tandasnya.

Ketika di Madinah dan Makkah, dikatakan Prayitno, dapat makanan yang dianggap tak layak.

“Dapat makan sih nasi putih dan lauk sambal goreng tahu tempe saja, atau nasi kuning dan orek telur. Apakah begini cara pemerintah dalam menghormati Tamu Allah? Bagaimana jemaah haji akan mendapatkan tenaga untuk melaksanakan ibadah haji apabila makanannya seperti itu,” papar dia.

“Saya menggugat Kemenag karena saya tidak dikasih jatah makan 11 kali dan ditelantarkan di Musdalifah. Terus masalah air zam zam yang dijanjikan blm didapat dari Gus Menteri (Menteri Agama). Kalau pelayanan haji disana bagus. Saya tidak akan menggugat Kemenag,” tandas dia kepada JatimTerkini.com.

Namun, betapa kagetnya Prayitno begitu mendapati dirinya mendadak diadukan ke Polres Sidoarjo dengan tuduhan dugaan melakukan pemerasan. “Dan juga setelah gugatan saya daftarkan ada proses mediasi. Para pihak diminta membuat Resume atau penawaran agar perkara bisa damai. Dan saya minta kompensasi Rp 300 juta dalam Resume saya. Saya minta kompensasi Kemenag Sidoarjo itu bagian dari mediasi. Karena gugatan sudah saya buat. Dan pihak Kemenag Sidoarjo sendiri yang minta mediasi sebelum gugatan saya daftarkan. Dan juga mediasi setelah gugatan saya daftarkan lewat pengacara M Sholeh,” papar dia lagi.

Prayitno lagi-lagi mengaku merasa aneh jika dirinya diadukan pidana ke Polres Sidoarjo dengan tuduhan pemerasan. “Harus dibedakan antara seseorang yang memeras untuk mendapatkan uang atau barang dengan pengancaman akan melakukan sesuatu yang akan merugikan orang lain, dengan orang yang telah dirugikan seseorang atau lembaga yang meminta ganti rugi dengan membuat gugatan ke PN. Dan dalam proses mediasi dengan calon tergugat sebelum gugatan didaftarkan dia meminta ganti rugi kepada pihak yg akan digugat. Jadi, ini murni dalam proses mediasi, dalam meminta ganti rugi, bukan pemerasan,” ungkap dia.

Sementara, Wakil Ketua DPC Peradi Kota Surabaya bidang pembelaan profesi, Johanes Dipa Widjaja SH MH, dalam keterangannya kepada wartawan mengatakan, bahwa apa dilakukan Prayitno sudah tepat.

“Ganti kerugian yang diminta Prayitno sebagaimana yang disebutkan dalam gugatan nomor : 250/Pdt G/2023/PN.Sda tertanggal 14 Agustus 2023 itu sudah tepat dan sepatutnya,” tegas Johanes Dipa Widjaja.

Namun, Johanes Dipa merasa aneh jika ada warga negara Indonesia yang merasa dirugikan dan menuntut ganti kerugian, malah dilaporkan ke polisi.

“Ironisnya lagi, warga negara Indonesia yang menuntut adanya ganti kerugian ke Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sidoarjo, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Jawa Timur dan Menteri Agama Republik Indonesia, malah dilaporkan ke Kepolisian Polres Sidoarjo atas dugaan pemerasan menggunakan media sosial,” ungkap Johanes Dipa Widjaja.

Kata Johanes Dipa, jika semua gugatan yang disertai tuntutan ganti kerugian yang dilakukan masyarakat Indonesia dinilai sebagai bentuk upaya pemerasan dan bisa dilaporkan ke polisi, hal itu sama halnya dengan bentuk kriminalisasi bagi warga negara yang menuntut keadilan.

“Prayitno sudah benar ketika ia meminta ganti kerugian dalam gugatannya. Namun yang terjadi, Prayitno telah dikriminalisasi. Oleh karena itu, kami akan melawan,” tambahnya. (rudi)