Jaksa Agung menekankan bahwa seorang Jaksa harus memiliki good character, yaitu karakter yang baik. Karakter yang baik meliputi kejujuran, integritas, profesionalisme, dan tanggungjawab.
Selain itu, Jaksa juga harus memiliki kepekaan sosial dan rasa empati. Kepekaan sosial adalah kemampuan untuk memahami dan menanggapi permasalahan masyarakat. Rasa empati adalah kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
Jaksa Agung juga mengingatkan bahwa Jaksa tidak boleh sembarangan dalam berpenampilan. Jaksa tidak boleh bertato, berjenggot, bertindik sembarangan, tidak memakai pewarna rambut yang dilarang, termasuk tidak pamer kemewahan (flexing).
“Menjadi seorang Jaksa itu tidak mudah karena kerap mendapat sorotan di masyarakat, apalagi di era yang rentan viral, maka cara bertutur di masyarakat juga harus mengutamakan tata krama, adab, dan etika. Hal itu bagian dari hukum yang hidup di dalam masyarakat kita,” kata Jaksa Agung.
Ketika memiliki performance dan personality yang buruk, maka akan berpengaruh pada kinerja seseorang, terlebih lagi tentang penilaian seseorang yang negatif, sehingga apapun perbuatan baik yang kita lakukan menjadi tidak bernilai atau tidak memiliki value.
“Jaksa harus memiliki kepekaan sosial, rasa empati dan yang paling penting adalah Good Character, sehingga Jaksa sebagai penegak hukum yang humanis adalah cerminan Jaksa masa kini dan di masa mendatang. Tidak ada larangan bermain media sosial yang bisa memperkenalkan Jaksa Humanis dan kinerja Kejaksaan di mata masyarakat. Jadilah Jaksa yang dicintai dan dipercaya masyarakat dalam segala hal,” tutup Jaksa Agung ST Burhanuddin. (res)