JatimTerkini.com
Gaya HidupHeadline JTJatimSurabayaTerkini

Hal yang perlu diperhatikan sebelum pemerintah datangkan dokter asing, berikut pemaparan Dr George Handiwiyanto

Ada hal yang perlu diperhatikan jika pemerintah datangkan dokter asing. Foto: ilustrasi

JATIMTERKINI.COM: Pro kontra terjadi ketika pemerintah akan mendatangkan dokter asing ke Indonesia. Wacana itu tidak hanya jadi perbincangan hangat di kalangan tenaga medis, tetapi juga masyarakat luas.

Menanggapi hal itu, praktisi hukum Dr George Handiwiyanto SH MH menyatakan, bahwa ada hal yang harus diperhatikan sebelum pemerintah mendatangkan dokter asing ke Indonesia.

Diantaranya, harus dilakukan pengawasan secara ketat, jika mendatangkan dokter asing itu bertujuan untuk mentransfer ilmu kedokteran. Sehingga, akan diketahui secara pasti apakah dokter asing yang didatangkan dari luar negeri itu benar-benar mempunyai kualitas diatas dokter-dokter di Indonesia.

“Kalau dokter asing yang didatangkan kwalitasnya biasa-biasa saja maka hal itu tidak perlu dilakukan pemerintah. Sebab dokter di Indonesia sudah banyak yang pintar-pintar,” jelas advokat senior ini memaparkan.

Dikatakan George, saat ini yang menjadi kendala di Indonesia adalah peralatan medis, yang menjadi penunjang seorang dokter. Dia pun mencontohkan, ketika seseorang sakit dan memerlukan analisis medis seringkali pasien diharuskan berpuasa terlebih dahulu sebelum dilakukan rontgen atau pengambilan gambar organ yang sakit. Namun, ketika foto itu sudah jadi, ternyata kualitas gambar yang tercetak juga kurang jelas.

“Kalau tidak jelas fotonya, ada kekhawatiran salah membaca. Tapi, ketika kita berobat ke luar negeri, tanpa harus melalui tahapan puasa dan lainnya. Dan foto yang dihasilkan sangat jelas. Ini artinya apa, kita hanya kalah di dalam peralatan saja dengan luar negeri,” ungkap George.

Selain itu, George juga membandingkan ‘jam terbang’ praktek dokter di Indonesia dengan dokter di luar negeri. Di luar negeri, seorang dokter hanya berpraktek di satu tempat atau satu rumah sakit saja. Sedangkan di Indonesia, seorang dokter spesialis bisa berpraktek lebih dari satu rumah sakit.

“Jadi, kendalanya disini bukan masalah dokternya, melainkan lebih ke peralatannya. Karena peralatan yang canggih sangat mendukung dokter untuk mendiagnosa sakit seseorang. Saya rasa pemerintah mampu untuk membeli peralatan canggih, supaya orang-orang juga lebih percaya berobat di dalam negeri, tidak perlu berbondong-bondong berobat ke luar negeri,” tambahnya.

Sementara sebelumnya, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Azhar Jaya mengatakan, jika tujuan utama dokter asing didatangkan ke Indonesia untuk mentransfer ilmu kedokteran ke dokter lokal. Selain itu, juga akan mengisi kekosongan tenaga medis. Itu diungkapkan sebagai respons atas pertanyaan awak media tentang pemetaan dokter asing di Indonesia.

Menurut Azhar, transfer ilmu tersebut seperti di sejumlah RS, misalnya untuk transplantasi jantung atau paru-paru karena Indonesia belum pernah melakukannya.

Sedangkan Ketua Umum Pengurus Besar IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Moh Adib Khumaidi, masuknya dokter asing ke Indonesia merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari mengingat Indonesia sudah terlibat langsung dalam kerja sama multilateral Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang memiliki roadmap pencapaian program pada tahun 2025.

Sehingga, dokter asing dan investor asing di bidang kesehatan dapat masuk ke Indonesia. Begitu juga sebaliknya.

Namun, kebijakan pemerintah untuk menanggulangi kekurangan tenaga medis di seluruh pelosok Indonesia tidaklah cukup hanya dengan mendatangkan dokter asing.

“Apakah dengan mendatangkan dokter asing bisa menjawab masalah distribusi? Tidak sesederhana itu. Karena menyelesaikan sektor kesehatan tidak hanya cukup dengan memperbaiki SDM, tetapi juga infrastruktur dan pembiayaan,” kata Adib dalam Media Briefing IDI bertajuk “Bagaimana Semestinya Regulasi Dokter Asing Berpraktik di Indonesia?”, dilansir dari hukum online.

Diakui Adib, persoalan sektor kesehatan di Indonesia cukup kompleks. Dari maldistribusi, di mana dokter hanya terkonsentrasi di pulau Jawa-Bali dan kota besar, disparitas pelayanan kesehatan yang mana kapasitas pelayanan unggulan belum merata, kualitas sistem rujukan, kemudian persoalan efektivitas pembiayaan kesehatan dan kapasitas kelola kesehatan.

Selain itu, regulasi tenaga kerja asing, khususnya dokter asing, dinilai belum memadai. Memang, UU No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sudah mengatur tentang pendayagunaan tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing lulusan luar negeri dalam Pasal 284.

Pasal 284 ayat (1) disebutkan bahwa tenaga dokter asing bisa berpraktik di Indonesia setelah mengikuti evaluasi kompetensi. Kemudian, Pasal 284 ayat (3) mengatakan kompetensi yang dimaksud adalah penilaian kelengkapan administratif dan penilaian kemampuan praktik. Namun, aturan itu belum komprehensif. Sementara regulasi dibutuhkan untuk melindungi dokter di dalam negeri dan juga warga negara.

“Memang sekarang sudah terbuka, tapi harus ada domestic regulation. Kalau ada domestic regulation, ya bisa. Makanya Indonesia harus ada PP, dalam satu upaya negara melindungi warga negara. Jadi ini perlu kajian, perlu dibuat rancangan yang tegas dan melibatkan semua pihak,” pungkasnya. (Rud)