JatimTerkini.com
Headline JTHukrimSurabayaTerkini

Dugaan malpraktek dokter Moestidjab, PK ditolak MA, pengacara Eduard Rudy segera sita saham Surabaya Eye Clinic

Ir Eduard Rudy SH MH (dua dari kanan), bersama keluarga Tatok Poerwanto ketika di Polda Jatim. Foto: ist
Ir Eduard Rudy SH MH (dua dari kanan), bersama keluarga Tatok Poerwanto ketika di Polda Jatim. Foto: ist

JATIMTERKINI.COM: Kasus dugaan malpraktek yang berakibat kebutaan pada pasien mulai menemui titik terang. Pasalnya, permohonan PK (Peninjauan Kembali) Dr Moestidjab dan PT Surabaya Eye Clinic akhirnya ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).

Dengan demikian, Bejana Law Firm yang selama ini mendampingi korban Tatok Poerwanto telah memenangkan perkara tersebut.

Dalam amar putusan PK Mahkamah Agung bernomor: 1037 PK/Pdt/2023 itu dengan tegas menyatakan menolak permohonan PK dari pemohon Dr Moestidjab dan PT Surabaya Eye Clinic.

Ditolaknya PK Dr Moestidjab itu juga disampaikan Ir Eduard Rudy SH MH, kuasa hukum korban Tatok Poerwanto ketika ditemui JatimTerkini.Com di Polda Jatim, Sabtu (30/3/2024). Bahkan, dengan ditolaknya PK tersebut, Eduard Rudy akan segera melakukan sita terhadap saham PT Surabaya Eye Clinic.

Pasalnya, menurut Eduard Rudy, kliennya Tatok dalam mencari keadilan atas dirinya sudah melalui proses yang sangat panjang. Selain mengajukan gugatan perdata, pihaknya juga sudah melaporkan perkara tersebut secara pidana. Yakni, ke Polrestabes Surabaya dengan nomor laporan: LP/B/794/VII/2022/SPKT/Polrestabes Surabaya. Dengan tuduhan, karena kelalaian Dr Moestidjab menyebabkan orang lain mendapat luka berat dan atau pemalsuan surat, sebagaimana pasal 360 KUHP dan pasal 263 KUHP.

“Ya, sebelumnya sudah kita laporkan pidananya. Karena kelalaian menyebabkan orang lain mendapat luka berat, bahkan kebutaan seumur hidup,” kata Eduard Rudy, founder Bejana Law Firm ini memaparkan.

Selain itu, kata Eduard Rudy, Dr Moestidjab diduga juga melakukan pemalsuan surat. “Yaitu, surat rekomendasi yang ditujukan rumah sakit di Singapura, disebutkan bahwa Pak Tatok datang ke kliniknya sudah luka berat, kemudian diberikan rujukan ke rumah sakit Singapura. Tetapi setelah kita teliti, ternyata itu palsu,” ungkap Eduard Rudy.

Tidak hanya itu, lanjut Eduard Rudy, saat pihaknya memenangkan Kasasi dan hendak melakukan eksekusi pun juga terhambat. Karena, Dr Mostidjab melakukan upaya PK.

Kini, dengan putusan PK yang menolak permohonan Dr Mostidjab dan Surabaya Eye Clinic maka secara otomatis putusan Kasasi yang dimenangkan oleh Tatok mempunyai kekuatan hukum tetap (incraght). Dan, Dr Moestidjab dan Surabaya Eye Clinic diharuskan segera membayar ganti rugi materiil dan imateriil akibat dugaan malpraktek sebesar Rp 1.260.689.917. Jika tidak dipenuhi maka Eduard Rudy, kuasa hukum Tatok akan segera mangajukan sita terhadap saham Surabaya Eye Clinic.

“Dengan menangnya upaya Kasasi kami, dan ditolaknya PK Dr Mostidjab membuktikan bahwa klien kami benar. Dan menjadi korban dugaan malpraktek. Hal ini kami sampaikan agar masyarakat tahu. Karena sejak adanya kasus ini, Pak Tatok mendapat tekanan mental, ketemu teman pun malu. Apalagi, selama ini masyarakat seringkali berbenturan oknum dokter selalu kandas. Sehingga nama IDI pun kerap tercoreng karena ulah oknum tersebut,” papar Eduard Rudy.

Sementara, menurut Ely, anak Tatok, bahwa sejak kejadian itu ayahnya mengalami dampak psikologis yang sangat signifikan. Tatok yang awalnya suka bersosialisasi dan berolahraga menjadi pribadi yang pendiam.

“Perubahan karakternya sangat drastis. Sejak kejadian itu, suka mengurung diri, minder, bahkan putus asa,” kata Ely.

Ely juga menyatakan, jika seorang dokter harus berhati-hati menjalankan profesinya. Karena jika terjadi malpraktek maka akan ada konsekuensi atas perbuatan tersebut. “Saya yakin terdapat korban-korban lain selain papa (Tatok) saya. Namun mereka tidak ada yang berani lapor,” terangnya.

Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) menolak peninjuan kembali (PK) yang diajukan Dr Moestidjab dan PT Surabaya Eye Clinic.

Dengan putusan itu, maka putusan kasasi yang sebelumnya diajukan Tatok Poerwanto berkekuatan hukum tetap. Sehingga, Dr Moestidjab dan PT Surabaya Eye Clinic harus membayarkan ganti rugi kepada Tatok sebesar lebih dari Rp 1,2 miliar.

Karena, kata Eduard Rudy, jalur mediasi tidak menemui titik temu terkait ganti rugi.

“Dari putusan Kasasi yang menyatakan sekian. Mereka hanya mau bayar di bawah 50 persen. Sehingga upaya hukum kami selain melanjutkan eksekusi juga melanjutkan laporan pidananya dan juga merencanakan melakukan penyitaan terhadap saham-saham perusahaan yang ada di PT pelaksana Surabaya Eye Clinic tersebut,” tegas Eduard Rudy.

Kasus dugaan malapraktik itu berawal sekitar lima tahun lalu. Mata kiri Tatok malah mengalami kebutaan setelah mendapat tindakan medis dari Dr Moestidjab di Surabaya Eye Clinic.

Merasa menjadi korban malapraktik, Tatok melalui kuasa hukumnya Ir Eduard Rudy mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Surabaya. Namun putusan nomor 415/Pdt.G/2019/PN.Sby tanggal 10 Maret 2020, pengadilan menyatakan jika dr Moestidjab tidak bersalah.

Begitu juga Pengadilan Tinggi Surabaya, melalui surat putusan nomor 277/PDT/2020/PT.SBY tanggal 16 Juni 2020 justru menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya.

Kemudian, Tatok mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung. Di MA ini hakim akhirnya mengabulkan permohonan Tatok, dengan surat putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1815 K/Pdt/2021 tanggal 29 September 2021.

Dalam amar putusan itu disebutkan bahwa Dr Moestidjab beserta Surabaya Eye Clinik dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Tatok Poerwanto. Keduanya dihukum untuk membayar ganti rugi materiil dan immateriil sebesar Rp 1.260.689.917 secara tanggung renteng.

Atas putusan tersebut, Dr Moestidjab dan Surabaya Eye Clinic tak tinggal diam. Keduanya lantas mengajukan peninjauan kembali melawan Tatok Poerwanto. Sayangnya, Mahkamah Agung melalui putusan nomor 1037 PK/PDT/2023 malah menolaknya. Sehingga menguatkan putusan Kasasi yang dimenangkan oleh Tatok. (Rud)