JatimTerkini.com
Headline JTHukrimSidoarjoSurabayaTerkini

Ada Dugaan Kriminalisasi di Kasus Korupsi BUMDes Jimbaran, Kuasa Hukum Terdakwa: Harusnya Ini Perdata

Kuasa hukum terdakwa, Suntoro SH., MH., saat membacakan Eksepsi. Foto: Ist

Sidoarjo-JATIMTERKINI.COM: Kasus dugaan korupsi BUMDes Jimbaran Kulon, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidarjo, kali ini dengan agenda pembacaan Eksepsi oleh kuasa hukum terdakwa Ahmad Rosid, yakni Suntoro SH.,MH., di Ruang Cakra, Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), Jalan Juanda, Sedati, Sidoarjo, Jumat (24/10/2025).

Dalam eksepsinya, perkara dengan nomor : 146 / Pid.Sus –TPK / 2025 / PN Sby ini, menurut Suntoro, bahwa JPU (Jaksa Penuntut Umum) diduga telah memaksakan kasus tersebut ke ranah tindak pidana korupsi. Padahal kasus itu masuk dalam ranah perdata. Sehingga diduga ada upaya kriminalisasi terhadap terdakwa.

Dalam Eksepsi yang dibacakan di depan Ketua Majelis Hakim Ni Puti Sri Indayani, Suntoro menyatakan, bahwa dalam Berita Acara Pemeriksaan
(BAP) dan fakta hukum ditemukan fabrikasi guna menjadikan terdakwa sebagai penjual yang sah secara hukum menjadi tidak sah.

Suntoro memaparkan, bahwa terdakwa membelI tanah dan bangunan yang terletak di Desa Jimbaran Kulon, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo, dengan Persil nomor 26 d.i, luas tanah -/+ 48 meter persegi dari Sukirno, warga Jimbaran Kulon RT 04 RW 01, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo. Jual beli diatas kwitansi itu disepakati dengan harga Rp50.000.000 pada tanggal 17 Juni 2013.

Dikatakan Suntoro, klien-nya yang berprofesi sebagai tukang kayu itu membeli tanah dan rumah tersebut lantaran Sukirno memiliki surat berupa Pengikatan Jual Beli (PJB) Nomor 10 tertanggal 26 Pebruari 2004 antara Sukirno dengan Daryono, yang merupakan pemilik asal, yang dibuat dihadapan Notaris Rosidah SH, Jalan Diponegoro No.108 Sidoarjo.

Selain itu, lanjut Suntoro, saat itu Sukirno juga melengkapi bukti-bukti kepemilikan berupa Surat Penyaksian Jual-Beli Tanah Pekarangan antara Daryono (Pemilik Asal) dengan Riyono yang dibuat pada tanggal 7 Nopember 1997 dan Akta Kuasa No.11 tertanggal 26 Mei 2004.

Suntoro SH., MH., memberikan keterangan ke awak media. Foto: Ist

Bahkan, jual beli tersebut juga disertai dengan Surat Keterangan Waris, yang menerangkan Daryono dan Darning merupakan para ahli waris dari Sain, yang meninggalkan harta berupa sebidang tanah terletak di Desa Jimbaran Kulon, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo, Persil No.26 Klas d.I, luas tanah sekitar 48 M². Surat Keterangan Waris itu dibuat pada tanggal 12 Mei 2004, yang diterbitkan dan ditanda tangani oleh Kepala Desa (Kades) Jimbaran Kulon, Khoirul Mutropin.

Tidak hanya itu, dalam jual beli tersebut juga dilengkapi Surat Kematian Sain, orang tua Daryono, selaku pewaris tertanggal 9 Desember 1987, buku Letter C atas nama Sain P Daryono serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas nama Sukirno.

Sehingga, kata Suntoro lagi, terdakwa membeli tanah dan bangunan itu berdasarkan kepemilikan yang sah dari Sukirno.

“Terdakwa telah membeli dan menguasai obyek, dan selama menempati tidak ada dari pihak manapun yang melakukan perlawanan hukum terhadap terdakwa. Sehingga sangatlah layak dan pantas apabila terdakwa menjual tanah dan bangunan dengan SHM (Sertifikat Hak Milik) bernomor: 00370 atas nama Achmad Rosid itu kepada pihak lain seharga Rp130.000.000. Dengan demikian secara yuridis terdakwa merupakan seorang penjual yang berhak mendapatkan perlindungan hukum,” terang Suntoro.

Usai persidangan, Suntoro kembali menegaskan bahwa pihaknya sangat keberatan atas dakwaan JPU. Selain dianggap masuk dalam ranah pidana, di dalam dakwaan juga disebutkan melanggar Perda (Peraturan Daerah), yang seharusnya hanya sanksi administratif berupa denda. “Di dalam dakwaan pun tidak disebutkan adanya kerugian negara. Dan memang tidak ada kerugian negara,” ungkapnya pada awak media.

Ia berharap pada Majelis Hakim agar membatalkan dan menolak semua dakwaan JPU. “Mudah-mudahan Hakim Pemeriksa perkara ini bisa memutus dengan seadil-adilnya, dengan mengabulkan eksepsi kami dan menolak atau tidak diterimanya dakwaan Jaksa,” tambahnya.

Seperti diketahui, dalam kasus dugaan korupsi BUMDes Jimbaran Kulon ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Putu Kisnu Gupta dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo menjerat dua orang sebagai terdakwa. Yakni, Mantan Sekretaris Desa (Sekdes) Jimbaran Kulon, Muhammad Hatta dan Ahmad Rosid. Mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang ancamannya maksimal 20 tahun penjara.

Dalam dakwaan, JPU menyebut, bahwa terdakwa Muhammad Hatta bersama terdakwa Ahmad Rosid diduga melakukan jual beli toko kelontong milik saksi Ahmad Rosid berdasarkan Surat Penyaksian Jual Beli Tanah Nomor:594/201/438.7.9.3/2021 tertanggal 9 Mei 2021, dengan objek berupa tanah bersertifikat SHM Nomor: 00370 seluas 31 meter persegi. Menurut JPU, toko kelontong yang diperjualbelikan itu sebenarnya berada di sepadan sungai dan di pinggir jalan desa, serta tidak sesuai dengan letak dan luas tanah yang tercantum dalam sertifikat tersebut. Luas toko kelontong yang sebenarnya adalah sekitar 47 meter persegi, bukan 31 meter persegi seperti dalam dokumen jual beli.

Sidang dengan agenda pembacaan Eksepsi di Pengadilan Tipikor. Foto: Ist

“Sehingga kepemilikan Toko Kelontong milik Ahmad Rosid tidak memiliki bukti kepemilikan yang sah,” ujar JPU I Putu Kisnu Gupta dalam sidang sebelumnya.

Sehingga, lanjut I Putu, pembelian tanah dan bangunan berupa Toko oleh terdakwa Muhammad Hatta selaku perwakilan dari BUMDes Jimbaran Kulon merupakan perbuatan melawan hukum. Karena Toko Kelontong tersebut tidak seharusnya dibeli menggunakan dana penyertaan modal BUMDes dan tidak dapat dicatatkan sebagai aset milik BUMDes atau Pemerintah Desa Jimbaran Kulon.

Selain itu, terdakwa Muhammad Hatta didakwa telah melakukan mark up atau penggelembungan harga pembelian.

“Dalam transaksi tersebut, uang yang diserahkan kepada terdakwa Ahmad Rosid hanya sebesar Rp130 juta, bukan Rp150 juta sebagaimana tercantum dalam surat jual beli,” pungkas JPU. (rud)