JatimTerkini.com
Headline JTJatimJemberTerkini

Tanoker Jember Gelar Focus Group Discussion Pengasuhan Gotong Royong

Tanoker Jember menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang bertajuk “Penyusunan Peta Jalan Penulisan Buku dan Pembuatan Video Praktik Baik Ragam Pengasuhan Gotong Royong”. Foto: Ist

JATIMTERKINI.COM: Komunitas Tanoker Desa Ledokombo Jember menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang bertajuk “Penyusunan Peta Jalan Penulisan Buku dan Pembuatan Video Praktik Baik Ragam Pengasuhan Gotong Royong”.

Bertempat di Fortuna Grande Hotel, acara ini dihadiri berbagai pihak, diantaranya dinas terkait, Pondok Pesantren, tokoh masyarakat, perangkat desa dan organisasi kemasyarakatan. Kegiatan ini bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).

Farha Ciciek Assegaf, Direktur Tanoker mengatakan, bahwa ragam pengasuhan gotong royong yang diinisiasi dari sebuah desa di kaki Gunung Raung, seperti Indonesia yang berbinneka Tunggal Ika.

“Kita memberi ruang tumbuhnya keberagaman dan disitulah kekuatan kita,” kata dia.

Sementara, Ikon Tanoker melambangkan dua budaya berbeda. Yakni, anak laki-laki yang disebut kacong melambangkan budaya Madura dan anak perempuan yang disebut gendhuk melambangkan budaya Jawa. Dua ikon tersebut juga melambangkan persahabatan, pengormatan dan kesetaraan yang dibangun mulai dari kecil.

Model pengasuhan gotong royong yang diawali dari satu desa di Kabupaten Jember berkembang ke Kabupaten Bondowoso serta Banyuwangi dengan mengusung pengasuhan gotong royong berbasis pesantren.

“Harapan kami dengan didokumentasikannya praktik baik pengasuhan gotong royong berupa buku dan film pendek dapat memberikan insight bagi daerah lain untuk memperkuat pengasuhan generasi di daerah masing-masing menuju Indonesia Emas dengan memperkuat kolaborasi dan komitmen bahwa pengasuhan anak adalah tanggungjawab bersama,” jelas Inayah Sri Wardhani, perwakilan peserta dari unsur pendidikan.

Dengan motto “Anakmu-Anakku, Cucuku-Cucumu, Adikmu-Adikku, Sahabatmu-Sahabatku” dipastikan akan memperkuat visi bersama bahwa pengasuhan, terutama bagi anak yatim sosial yang ditinggalkan oleh orangtuanya bekerja ke luar daerah bahkan luar negeri sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) dapat memastikan bahwa setiap anak mempunyai hak pengasuhan dan pendidikan.

“Kami memerlukan masukan terkait substansi teknik dan artistik untuk draf buku dan video yang sedang kami buat agar cerita yang kami himpun dapat dinikmati oleh semua kalangan sehingga kegiatan diskusi ini sangat penting bagi saya sebagai penulis,” papar Nurun Sariyah.

Diskusi yang dibagi menjadi lima kelompok, masing-masing terdiri 10 orang menghasilkan beberapa masukan bagi penulis. Masukan dan koreksi yang diberikan mewakili dari berbagai unsur baik secara konten maupun teknis dapat memudahkan penyusun atau penulis menyelesaikan target yang direncanakan. (Rud)