Nanang Fachrurozi SIP, Jurnalis
“Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.” Salah satu ucapan Presiden Soekarno yang paling dikenang dan terbukti di era saat ini.
Faktanya, anak bangsa di Republik ini telah tersandera, tersekat, terkotak-kotak oleh kepentingan-kepentingan kelompok serta golongan sehingga embrio “chauvinisme” paham fanatisme yang ekstrem dan berlebihan terhadap tanah air atau kelompok sendiri, yang membuat individu atau kelompok tersebut merasa lebih superior dan merendahkan kelompok, golongan atau individu lain.
Paham ini merupakan bentuk nasionalisme yang sempit dan intoleran, yang berpotensi menyebabkan konflik, diskriminasi, bahkan penjajahan.
Chauvinisme berbeda dari nasionalisme yang sehat karena mengandung unsur fanatisme ekstrim, menganggap kelompok sendiri superior dan memandang rendah atau memusuhi kelompok lain.
Sikap loyalitas dan cinta terhadap asal historis merupakan hal yang wajar dimiliki seseorang asalkan tidak memandang rendah golongan yang berbeda dengannya.
Sikap chauvinisme didefinisikan sebagai sikap fanatik yang berlebihan sehingga sifat yang awalnya dipandang sebagai hal positif berbeda dengan selanjutnya.
Dewasa ini sifat chauvinisme lebih dipandang sebagai sifat fanatik yang kemudian berimplikasi pada pandangan rendah terhadap golongan yang berbeda dengannya.
Dalam pandangan Islam, chauvinisme atau fanatisme berlebihan terhadap kelompok, bangsa, ras, atau agama sendiri dianggap sebagai sikap yang bertentangan dengan ajaran Islam, yang menekankan toleransi dan keadilan.
Meskipun Islam mendukung cinta tanah air (hubbul wathan), hal itu tidak boleh melampaui batas menjadi ultranasionalisme yang merendahkan kelompok lain.
Islam dan Nasionalisme Positif, Islam tidak menentang nasionalisme atau cinta pada negara dan bangsa. Konsep “Hubbul Wathan minal Iman” (cinta tanah air sebagian dari iman) menunjukkan bahwa perasaan ini positif dan bahkan bagian dari keimanan.
Dari sini kita melihat implikasi dari Chauvinisme dapat menimbulkan rasa benci dan permusuhan terhadap kelompok lain yang berbeda, baik agama, suku, maupun bangsa.
Kedua, dalam konteks agama, chauvinisme dapat menumbuhkan ajaran untuk membenarkan superioritas kelompok mereka, seperti yang terjadi di masa lalu.
Ketiga, sikap superioritas ini bisa mengarah pada tindakan menindas atau bahkan konflik dengan bangsa, kelompok atau golongan lain demi kekuasaan.
Islam secara tegas menentang chauvinisme dalam bentuk apapun, karena ajaran Islam mendorong umatnya untuk menjunjung tinggi keadilan, toleransi, dan perdamaian antar sesama, bukan fanatisme buta yang menimbulkan konflik dan kebencian.
Semoga kerangka pemikiran secara pribadi ini bisa menjadi telaah dan koreksi bersama untuk anak bangsa bisa memberikan manfaat bagi kepentingan sesama anak bangsa, amien.